Kamis, 26 November 2009

komunikasi dakwah

Metode Dakwah
حَدِيْثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : لَمَّا بَعَثَ مُعَا ذًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْيَمَنِ قَالَ : إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمِ أهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إلَيْهِ عِبَادَةُ اللهِ فَإذَا عَرَفوُا اللهَ فَأخْبِرْهُمْ أنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ . خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ . فَإذَا فَعَلوُا فَأخْبِرْهُمْ أنَّ اللهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً مِنْ أمْوَالِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإذَا أطَاعُوا بٍِِِِِهٍَِا فَخُذْ مِنْهُمْ َوتَوَقَّ كَرَا ئِمِِ أمْوَالِ النَّاسِِِِِِ



Kewajiban berdakwah

عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ : ...............................
سَمِعْتُ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ يَقُولُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَلِكَ اَضْعَفُ اْلإِيْمَانَ

Diriwayatkan dari Thoriq bin Syihab ra. ………. Rasulullah saw bersabda : barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, hendaklah ia mengubahnya dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia mengubahnya dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemah iman



CARA BERDAKWAH (MENYAMPAIKAN PESAN)

عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيَ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : َانَّهُ كاَنَ إذَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَعَادَهَا ثَلاَثاً حَتَّى تُفْهَمَ عَنْهُ وَإذَا أَتىَ عَلَى قَوْمٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ سَلَّمَ ثَلاَثًا

Diriwayatkan dari Anas ra : kapanpun Nabi Muhammad saw mengucapkan sebuah pernyataan, beliau mengulanginya samapi tiga kali sehingga orang-orang dapat mengerti perkataannya dengan baik, dan kapanpun Nabi saw meminta izin untuk masuk (ke dalam rumah) beliau mengetuk pitu tiga kali dan mengucapkan salam



PROSES KOMUNIKASI

DAMPAK KOMUNIKASI :
a. Dampak Kognitif :
b. Dampak Afektif
c. Dampak Behavioral


Cat*****diambil pada saat mengikuti mata kulaih hadits komunikasi di STAIN samarinda Jurusan DAKWAH*****
Selengkapnya...

Kamis, 08 Oktober 2009

Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sumber daya manusia adalah semua potensi yang berhubungan dengan data kependudukan yang diliki oleh suatu daerah atau negara yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Manusia merupakan sumberdayas terpenting dalan suatu bangsa atau negra. Sumberdaya mansuia itu harus memadai, baik dilihat dari segi kuantitas maupun kaulitas. Segi kuantitas bersangkutan paut dengan jumlah, kepadatan, mobilitas penduduk, tingkat kesehatan, dan kualitas terutama dilihat dari beberapaaspek, seperti tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan kualitas tenaga kerja yang tersedia, sumber daya manusia yang bernilai kualitatif adalah kemampuan kreatif dan produktif sehingga yang dihasilkan melebihi yang dimkan serta yang dirusak.
Sekarang ini kita memasuki era globalisasi, yaitu suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia di mana batas wilayah bukan lagi merupakan hambatan yang berarti.
Frekuensi hubungan antara bangsa-bangsa di dunia ini menjadi makin intens, hubungan bangsa kita dengan bagsa lain cenderung makin tinggi. Ini memebawa konsekuensi pengaruh di mana tata nilai dan budaya luar akan makin deras pula masuk ke Indonesia. Akibatnya kalau kita tidak mempunyai ketahanan ideologi, kewaspadaan dan sumber daya manusia yang kuat, kita bisa menjadi korban globalisasi dan dalam pergaulan antar bangsa tersebut. Sebaliknya kalau kita memiliki ketahanan idiologi, kewaspadaan dan sumber daya manusia yang kuat dan terlatih, maka di tengah-tengah keadaan yang tidak menentu ini, kita akan dapat memperoleh keuntungan.
Komunikasi yang semakin maju, globalisasi, dan makin tingginya hubungan antar bangsa, memungkinkan makin terbukanya pasar internasional bagi hasil produksi dalam negeri terutama yang memiliki keunggulan komperatif dan kompetetif, ini berarti kesempatan yang baik bagi kita untuk mengekspor produk kita ke luar negeri, datangnya serbuan ekonomi dari luar negeri.

B. TUJUAN
“Untuk memajukan SDM Bangsa Indonesia dan mengembangkan SDM Bangsa Indonesia dalam era globalisasi”

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Berbicara masalah sumber daya manusia, sebenarnya dapat kita lihat dari dua aspek, yakni kuantitas dan kualitas. Kuantitas menyangkut jumlah sumber dya manusia (penduduk) yang kurang kontribusinya dalam pembangunan , dibandungkan dengan aspek kualitas. Bahkan kuantitas sumbner daya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa. Sedangkan kualitas menyangkut mutu sumber daya manusia tersebut, yang menyangkut kemampuan baik kemampuan fisik maupun kemampuan non fisik (kecerdasan dan mental). Oleh karena itu untuk kepentingan akselerasi suatu pembangunan di bidang apa pun, maka peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu prasayarat utama.
Untuk meningkatkan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program-program kesehatan dan gizi, sedangkan untuk meningkatkan kualitas atau kemampuan non fisik tersebut maka upaya pendidikan dan pelatihan adalahyang paling diperlukan. Upaya inilah yang dimaksudkan dengan pengembangan Sumber daya manusia.
Pengembangan sumber daya manusia secara makro, adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa. Proses peningkatan di sini mencangjup perencanaan, pembangunan dan pengelolan sumber daya manusia.
Apablila kita berbcara secara mikro,dalam arti lingkungan suatu unit kerja (Departeman atau lembaga-lembaga yang lain), maka sumber daya manusia yang dimaksud adalah tenaga kerja atau pegawai atau karyawan (employee).
Pengembangan sumber daya manusia secara micro adalah suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan dan pengelolaan tenaga vatau karyawan untuk mencapai suatu hasil optinum. Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untukl pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspaek kemampuan intelektual dan kepribadaian manusia.
Pendidikan dan pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Oleh karena itu setiap organisasi atau intansi yang ingin berkembang, maka pendidikan dan pelatihanh vbagi karyawannya harus memperoleh perhatian yang besar tambahnya di zaman globalisasi sekarang.
B. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pembangunan
Pendidikan merupakan salah satu sektor pembangunan, dan oleh karenanya pembahasan tentang masalah pendidikan umumnya dan pelatihan khususnya,tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan dari tujuan, sasaran dan titik berat pembangunan. Dalam GBHN(1993) telah didariskan, bahwa: Pembangunan jangka panjang kedua bertujuan mewujudkan bagsa yang maju dan mandiri serta sejahtra lahir batin sebagi landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sasaran umum pembangunan kedua jangka panjang kedua adalah terciptanya kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia maju dan mandiri dalam suasana tentram dan sejahtra lahir dan batin. Titik berat pembangunan jangka panjang kedua diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerakan untama pembangunan, seiring dengan kualitas sumber daya manusia dan didorong dengan rasa saling memperkuat.
1. Pendekatan Integratif Sumber Daya Manusia
Suatu konsep yang ditawarkan ialah Model Integratif Siklus Multi Dimensional SDM, yang memuat hal-hal senagai berikut:
a. SDM dilihat dari empat dimensi hubungan yakni: Hubungan dengan sesamanya, atau dengan dirinya sendiri ; hubungan manusia dengan manusia; hubungan dengan lingkuangan; hubungan dengan Tuhan YME.
b. Karateristik kualitas SDM mencangkup delapan aspek : kesehatan, ekonomi, pendidikan, keagamaan, mental psikologi, sosial budaya, lingkungan alamiah, ketahanan sosial dan keamanan.

C. TUJUAN PENGEMBANGAN NASIONAL DAN GAMBARAN KEHIDUPAN YANG DIHARPKAN
Dalam era globalisasi ini kita hidup dala suasana penuh persaingan, perdagangan bebas, dan hubungan antarbangsa semakin terbuka. Untuk itu, diperlukan persiapan yang matang dan memadai. Gamabaran kehidupan yang sesuai dalam fase ini antara lain:
a. kualitas SDM yang tinggi, yang tercermin dari kemampuan tenaga-tenaga profesional,
b. semakin handalnya sumber-sumber pembiyaan pembangunan yang bersal dari dalam negeri,yng berarti ketrgantungan kepada pembiyaan dari luar negeri semakin kecil/tidak ada,
c. memiliki kemampuan untuk memenuhi sendiri kebutuhan pokok,
d. secara umum memilki ketahanan ekonomi yang tangguh dan memiliki saing tinggi,dan
e. etos kerja dan disiplin yang tinggi.
Disamping itu, perlu diperhatikan juga situasi intenasional baik situasi politik, keamanan maupun ekonomi, karena hal itu dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan kita baik langsung atau tidak yang pada gilirannya akan dapat mengganggu usaha mencapai sasaran-sasaran pembangunan nasional.
Skema pembangunan sumber daya manusia dalam pembagunan.

D. GlOBALISASI DALAM HUBUNGAN ANTAR BANGSA
1. Di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Hubungan dan kerjasama dengan bangsa lain, khususnya dalam bidang Iptek diharapkan dapat menstransfer iptek tersebut untuk kemajuan kita dan kemajuan sumber daya manusia Indonesia karena dengan iptek in mudah-mudahan masyarakat bisa semakin maju dan tidak ketinggalan zaman dari masyarakat luar negeri. Dan dengan iptek dan juga sumber daya manusia akan semakin maju dan berkembang karena komunikasi semakin lancar, makin tingginya penguasaan terhadap iptek, berarti dapat mendukung dan mempelancar jalannya pembangunan. Dan tanpa sumber daya manusia pun tidak mungkin pembangunan akan lancar karena SDM lah yang berfungsi untuk membuat pembangunan semakin maju. Maka diharapkan kepada pemerintah agar meningkatkan sumber daya manusia Indonesia.
2. Di Bidang Sikap Mental
Peningkatan budaya disiplin, etos kerja dalam kehidupan perlu kita wujudkan dengan peningkatan suka bekerja keras, menghargai waktu, berdisiplin dalam segala hal. Dan perlu ditegaskan di sini sumber daya manusia Indonesia harus melakukan apa yang ada di atas tersebut agar sumber daya manusia Indonesia disiplin dengan adanya waktu, bekerja keras, dan lain sebagaianya demi membangun Indonesia yang maju. Dan saat bersaing di negara maju lainnya. Apabila kita meningkatkan kerja keras (etos kerja yang baik), disiplin seperti bangsa Jepang, Korea Selatan, dan sebagainya, maka sumber daya manusia Indonesia kan semakin maju dan mudah bergaul dengan bangsa-bangasa lain yang sudah berkembang. Dan hasil produktifitas, prestasi kerja akan mendapatkan hasil yang optimal bagi pembagunan Indonesia. Pengaruh globalisasi akan membawa pengaruh yang positif dan negatif. Pengaruh negatif dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan.
3. Di Bidang Ekonomi
Era globalisasi ditandai kuatnya persaingan bebas di pasaran internasional, dan munculnya pengelompokan dagang antar bangsa yang cenderung meningkatkan proteksi dan diskriminasi pasar. Akibatnya yang tidak bisa barsaing akan kalah dan bisa mati. Maka dengan adanya persaingan babas ini diharapkan agar sumber daya manusia Indonesia semakin maju karena kalau tidak maju-maju bangsa Indonesia akan kalah dan mati dalam persaingan pasar bebas yang semakin hari semakin maju.
4. Di Bidang Sosial Budaya
Di bidang ini dengan adanya keterbukaan, gbalisasi dan semakin intensnya hubungan kita dengan bangsa lain, maka akan masuk nilai-nilai sosial budya asing termasuk yang tidak sesuia dengan keperibadian kita. Akibtnya pola pikir, sikap hidup, dan perbuatan kita akan terpengaruh. Apabila hal ini tidak kita sadari atau tidak segera kita tanggulangi akan sangat merugikan bagi kehidupan sumber daya manusia, bangsa dan negara. Contoh akibat pergulan bebas, minuman-minuman keras, pertujukan-pertujukan hiburan yang cenderung porno dan asusila, demonstrasi atau unjuk rasa yang diikiti dengan tindak kekerasan dan lain-lain.maka dengan adanya globalisasi ini kita awasi sumber daya manusia Indonesia kita agar tidak terjerumus ke dalam liang kejahatan dan hawa nafsu belaka dan mengakibtkan SDM kita tidak peduli lagi dengan adanya pembangunan nasional.
5. Di Bidang Politik dan Pertahanan Keamanan
Akibat negatif yang ditimbulkan sebagi akibat transparansi, globalisasi, dan hubungan kita dengan bangsa lain yaitu kemunginan timbulnya rongrongan terhadap idiologi Pancasila, Wawasan Nusantara, ketahanan nasional khususnya persatuan dan kesatuan bangsa, seperti separatisme, gejala disintegrasi bangsa, konfilk sosial yang dapa mengganggu kelancaran jalannya pembangunan nasional, rusaknya sumber daya manusia Indonesia, dan lain-lain.
E. MASUKNYA IPTEK DAN BUDAYA ASING SERTA CARA MENYARINGNYA
Bangsa Indonesia dewasa ini tengah dalam masa transisi, yakni dri masyarakt berkembang menuju ke masyarakat industri, melalui proses pembanginan sebagia usaha meletakkan dasar masyarakat modern.
Dalam menyaring masuk modal, iptek, dan keterampilan akan terserap pula nilai-nilai sosial budaya dari luar yang belum tentu sesuai dengan nilai budaya Indonesia. Oleh karena itu harus menyaring nilai-nilai asing yang tidak sesuai dengan kepribadian kita dalam proses menuju masyarakat modern, dan kau tidak disaring sumber daya manusia Indonesia pun tidak akan maju dan akan terus dan terus bertahan dalam kondisi yang tidak sesuai dengan kemajuan zaman yang ada di dunia. Proses penyesusain biasanya disertai dengan kerawanan sosial karena nilai-nilai lama mulia ditinggalkan., dan nilai yang baru belum melembaga. Oleh karena itu, di sisnilah letak pentingnya pemasyarakatan pembudayaan nilai moral agama, hukum, kesusilaan, dan pengamalan Pancasila dalam menuju masyarakat modern agar tetap berkembang di atas kepribadian bangsa dan tetap memiliki ketakwaan yang tinggi.
Seperti yang telah dijelaskan di depan bahwa dengan penerapan iptek dari luar, langsung atau tidak akan terbawa pulu nilai-nilai sosial budaya dan politik dar luar ke Indonesia. Hadirnya teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat dalam masyarakat dapat menimbulkan perubahan, perubahan dalam masyarakat yang menyangkut masalah kepribadian kita. Untuk itu, nilai-nilai budaya yang masyk kita seleksi dan saring terlebih dahulu dengan cara sebgai berikut.
1. Kesetiaan Kepada Ideologi Nasional (Pancasila)
Kesetiaan kepada ideologi nasional (Pancasila) sangat diperlukan untuk menghadapi nilai-nilai budaya maupun politik dari luar, lebih-lebih komunisme ataupun liberalsme dengan segala akibat. Yang antara lain dapat menghancurkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak mematuhi Pancasila karena adanya budaya asing masuk ke Indonesia tanpa disaring terlebih dahulu, makanya diperlukan kesetian kepada ideologi nasional perlu diterapkan.
2. Mengembangkan Sifat Kekeluargaan dan Kegontongroyongan
Dengan makin majunya iptek sadar atau tidak, mendorong manusia menjadi egois, kurang rasa solidaritas/kesetiakawanan sesamanya. Untuk itu, perlu dikembangkan sifat kekeluargaan dan kegontongroyongan. Kalau tidak, kita nanti bisa menjadi bangsa yang maju tetapi berjiwa egois-indivdualistis. Kalau ini yang terjadi jelas tidak membahgiakan bagi kita semua, sebab manusia akan bahagia ika semua unsur/potensi yang ada pada manusia itu berkembang secara selaras, serasi, dan seimbang dan juga meningkatkan sumber daya manusia Indonesia semakin maju dan terus berkambang dari hari ke hari.
3. Menggali dan Mengembangkan Nilai Seni Budaya dan Norma-Norma Yang Berlaku dalam Masyarakat
Arus globalisasi yang didukung iptek tinggi menjadikan kegiatan atau pertunjukan karya seni budaya bangsa lain dalam waktu bersamaan atau relatif singkat dapat disaksikan atau dinikmati oleh seluruh laisan masyarakat Indonesia. Akibatnya apa yang ditunjukan atau ditampilkan baik orangnya, pakainnya, ceritanya atau aktingnya mudah ditiru oleh warga masyarakat kita sebagia mode.

F. MENGEMBANGKAN INDONESIA BERLANDASKAN NILAI-NILAI KEMANUSIAN
Apabila ditinjau dari segi kualitas, kemajuan, dn kesejahtraan rakyat, negara-negara di dunia sekarang ini dapat dikelompokan menjadi negara maju (industri), negara sedang berkembang (belum maju), dan negara terbelakang miskin).
Indonesia termasuk negara yang sedang berkembang.tentu saja dalam waktu yang tidak teralu lama diharapkan telah daat mengejar ketinggalan dengan negra-negara maju lainnya.
Dikaitkan dengan agama, teknologi, dan modal (dana), pengalaman menunjukan dan beberapa negara setelah menjadi negara maju (industri), mereka mninggalkan agama dan menjadi penghamba materi. Akibatnya mreka tetap tidak bahagia. Sebaliknya ada juga beberapa negara yang terbelakang, mereka dalam membangun tidak didukung oleh ipetk dan dana. Aibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dan kesejahtraan rakyat sulit diwujudkan.
Memebangun sumber daya manusia dan masyarakat yang adil, makmur,, dan modern yang tetap berkepribadian Indonesia, harus didasarkan kepada.
2. Keimanan dan Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupaan moral yang melandasi segala aktvitas setiap manusia Indonesia. Dari kondisi ini diharapkan akan lahir manusia-manusia Indonesia, yang bermental pembangunan, suka bekerja keras, dan jauh dari semua perbuatan dosa atau terkutuk. Dengan keadaan seperti tu, semua potensi yang kita milki seperti sumber daya manusia, dana, dan kekayaan lain baik yang masih potensial maupun efektif dapat sebesarnya-besarnya dikerahkan untuk pelaksanaan dan kelancaran pembangunan.
Dlam hubungan ini patut kita renungkan, bagaimana kalau suatu bangsa itu pintar, tetapi tidak beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bisa jadi kepintarannya itu hanya untuk menuruti nafsunya, bukan untuk kesejahtraan umat manusia.
3. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Penguasaan Iptek
Kita sadar bahwa sumber daya alam itu terbatas. Apabila kita terlalu menggantungkan pada potensi tentu saja akan banyak mendapatkan kesulitan untuk masa yang akan datang. Berbeda dengan sumber daya manusia, potensi ini di samping idak terbatas, bila ditingkatkan kualitasnya, maka sangat mendukung bagi kemudahan dan kesejahtraan hidup manusia itu sendiri.
Dengan berbekal keterampilan dan iptek, manusia dapat mengolah potensi alam yang serba terbatas seefektf da seefisien mungkin untuk kesejahtraan hidupnya.dala hal ini kita bisa belajar dari pengalaman Jepang. Mengapa Jepang dalam perang dunia ke II dulu hancur, tetapi sekarang hasil industrinya merajai dunia? Jawabnya adalah Jepang berhasil membangun manusia-manusianya menjadi manusia berkualitas dan bermentalkan pembangunan.
Ditanamkan sikap mental manusia yang berkuaas, antara lain sebagia berikut.
a. Responsibility (rasa tanggun jawab) yang meiputi:
1) disiplin prilaku,
2) disiplin administrasi,
3) disiplin operasional, dan
4) disiplin konsepsual.
b. Willingnes to do more (kesediaan berbuat manfaat yang lebih banyak). Maksudnya iaah adanya kerelaan berkorban yang besar bagi setiap oarang Jepang untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Group Consciousness ( kesadaraan bersama atau perasatuan dan kesatuan). Maksudnya adalah kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Atas dasar kesadaran demikian mereka mempunyai tanggung jawab untu menymbang apa saja yang dimilikinya demi kemajuan dan kesejahtraan besama. Karena panggilan bangsa seperti ini daat membangkitkan semangat belajar mereka sangat tinggi. Ha inilah yang sangat mendukung berhasilnya pembangunan di Jepang.
Berdasarkan pengalaman Jepang tersebut, kita mncoba mengambi hikamahnya. Untuk itu, harus berjuang sekuat tenaga agar dapat segera mengejar ketinggalan dan memajukan sedikt demi sedikit sumber daya manusia Indonesia.
G. PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ERA GLOBALISASI
Dalam GBHN 1999 dikatakan bahwa Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaanya mengacu pada kepribadaian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etiknya.
Untuk melaksanakan pembangunan nasional, kesetiaan warga terhadap pembangunan bangsasangatlah penting dan dari wargalah datangnya sumber daya manusia jadi tanpa kesetian di dalam sumberdaya manusia maka pembangunan nasional di dalam era globalisasi. Dan sebab tanta kesetian warganya mustahil program-program pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Dari macam aneka tersebut peritiwa-peristiwa dalam sejarah perjuangan bangsa kta dapat menagkap pesan penting tentang kesetiaan terhadap bangsa dan negara.
Alasan bangsa Portugal dan Belanda serta Jepang dapat menjajah bangsa kita sedikit banyak juga bersumber pada kurangnya kesetiakawanaan soasial di antara sesama bangsa kita. Hal ini nampak dari perjuangan yang pada awanya masih bersifat kedaerahan ataupun kelompok-kelompok belaka. Lebih dari itu, ternyata juga ada di antara bangsa kita yang justru membantu pihak penjajah dan memusuhi sesama bangsanya sendiri. Ketika perjuangan kemudian dilaukan dengan menyatukan seluruh potensi bangsa yang ada, maka kemerdekaanpun dapat kita capai bersama dan pada masa itu sumber daya manusia kita dapat bekerja sama dan saling setia satu dengan yang lain.
Pada tahun 1965, kesetian dan kesetiakawanan sosial sebagian rakyat Indonesia sebagian rakyat indonesia luntur. Gal ini ditandai dengan meletusnya G-30-S/PKI. Pritiwa itu, selain merusak persatuan-persatua bangsa, traumanya juga masih diraskan oleh sebagain rakyat Indonesia sampai sekarang ini sebagau pengalaman traumatis.
Disamping itu alasan kesejahtraan semacam itu, pentingnya mengembangkan kesertiaan dan kesetiakawanan sosial terhadap masyarkt, bangsa, dam negar Indonesia dapat dilihat dari kecendrungan perkembangan masa kini dan masa mendatang. Dalam era globalisasi dan dalam rangka perwujudan pasar bebas ASEAN (AFTA) mupun PEC bangsa kita kan menghadapi banyak tantangan terutama kepada sumber daya manusia Indonesia karena inti dari pembangunan nasional dalam era globalisasi adalah sumber daya manusia, apabila sumber daya manusia Indonesia terpengaruh dengan adanya era globalisasi maka akan terjadinya kemerosotan sosial, tidak adanya keetiaan dan kesetiakawanan, dan lain sebaginya.
Dalam era globalisasi, kita harus waspada terhadap berbagi bentuk penjajahan yang tersembunyi baik bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
Penjajahan itu, misalnya, tampak dalam ketaklukan kita untuk mengikuti pola hidup yang menjunjung tinggi konsumerisme dan sekularisme. Kondisi seperti itu akan membawa tantangan tersendiri bagi rasa kebangsaan atau nasionalisme serta sumber daya manusia bangsa kita.
H. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Ilmu mencangkup bidang pengetahuan yang luas. Ilmu berurusan dengan fakta yang teoritis dan merupakan hubungan-hubungan antarfakta tersebut. Istilah imu sering dipadankan dengan scince yanhg berasal dari bahasa latin scientie (pengetahuan), sedangkan teknlogi mengcu kepda segenap upaya manusia menempuh penmuannya untuk mmnuhi kbutuhannya. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknolog pembangunan jelas dapat meningkatkan produksi dalam berbagia sektor dan mengkatkan sumber daya manusia. Peningkatan hasil produksi membawa pembangunan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, memegang peranan yang sangat penting karena berpengaruh langsung terhadap peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Perkembangan pnerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) jelsa mmberi manfaat yang besar bagi manusia. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan sumber daya manusia Indonesia. Dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi jumlah jenis barang yang diproduksi akan lebih banyak dan beragam dengan kualitas yang lebih baik dan terjamin. Begitu pula pelayanan terhadap konsumen akan lebih lancar dan efisien.
Penerapan iptek daam pembangunan selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif. Dampak positif antar lain meningkatkan hasil produksi, menghemat waktu, tenaga, dan meningkatkan kwalitas sumber daya manusia Indonesia. Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadi pncemaran udara,rusaknya lingkungan, terganggunya ekosistem ,dan sumber daya alam. Oleh karena itu, penerapan iptek dalam pembangunan mutlak diperlukan, namun harus tetap memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kelestarian lingkungan hidup.
Kalau tidak ada sumber daya manusia yang berkualitas dan bermutu tinggi tdak mungkin bangsa indonesia akan menggunakan iptek dan ilmu pengetahuan yang lebih tinggi dan berkembang di dunia.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan tekologi (iptek) setiap negara untuk kesejahtraan, dan kemakmuran bangsa serta meningkatkan sumber daya manusia. Begitu pula indonesia sebagia negara berkembang menuju negara yang maju harus mampu menguasi iptek dalam berbagai bidang agar dapat bersaing dengan negara-negara lain di era globalisasi sekarang dengan cara mengasah dan meningkatkan sumber daya manusia Indonesia dari berbagai bidang agar bangsa Indonesia menjadi negara yang maju.

I. PEMANFAATAN SUMBER DAYA MANUSIA
Pemerintahan mengadakan kbijksanaan dengan menuntut kepada para pengusaha untuk melindung dan mnghgai hak-hak serta kewajiban para pekerjanya. Dalam hubungannya sumber daya manusia dengan industri, ada hal-hal yang prlu diperhatikan yaitu sebagi berikut.
1. Lembaga ketenagakerjaan
Tugas lembaga ketenagakerjaan adalah pelaksana hubungan perburuhan pancasila (hubungan industri Pancasila) dan mngadakan brbagai macam pendidikan dan keterampilan untuk meningkatkan mutu tenaga kerja.
2. Perjanjian Perburuhan
Kesepakatan keraja bersama (KKB) antara buruh dan pengusaha dalam bidang industri perlu dilaksanakan agar tidak menimbulkan permasalahan.
3. Keselamatan kerja
Peraturan tentang keselamatan kerja brtujuan untuk mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan pencemaran lingkungan hidup.
Langkah-langkah keselamtan kerja antara lain:
a. pembentukan dewan keselamatan kerja dengan anggota: Pemerintah, Kodim, SPSI (serikat pekerja seluruh Indonesia).
b. Pembentukan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja di tingkat perusahaan dengan anggota pihak pekerja dan pengusaha.
c. Adanya pengawasan perburuhan.
d. Penyediaan wisma-wisma para pekerja.
e. Program bekerja sambil belajar (kejar), bagi yang buta huruf.
f. Diadakan penggujian lingkungan kerja (Hyperkes = hygiene perusahaan dan kesehatan kerja).
4. Pengaturan Pengupahan
Pengaturan pengupahan dalam industri diusahakan secara tepat dan bijaksana. Dalam pengaturan pengupahan ini, pemerintahan juga ikut bertanggung jawab dan direalisasikan dalam penentuan upah minimum regional (UMR).
5. Jaminan Sosial
Untuk melaksanakan jaminan sosial didirikan perusahaan Umum Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK), diadakan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), dan tabungan hari tua (THT).
J. FAKTOR YANG MENENTUKUKAN PEMBANGUNAN
Salah satu faktor yang menentukan pembangunan adalah sumber daya manusia, baik sebagai subjek maupun sebagai objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan maka peranan sumber daya manusia sangat penting dalam menghasilkan barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu. Tingkat produktivitas SDM dapat di tentukan dari hal-hal sebagi berikut:
a. Cara sumber daya manusia diorganisasi dalam kelembagaan seperti milik swasta, milik masyarakat, milik negara.
b. Pola Imbalan materrial sepertio bagi hasil dan nirmaterial seperti tanda penghargaan atau prestasi kerjanya.
c. Teknologi yang dipakai dalam menghasilkan barang dan jasa.
d. Pemanfaatan dalam komposisi pengembangan di berbagai sektor produksi.
e. Perlakuan atasdiri manusia dengan mengindahkan martabat manusia.
Pembangunan kebudayaan Indonesia, kebudayaan nasional diarahkan untuk memberikan wawasan budaya dan makna pada pembangunan nasional dan salah satu dari pengembangan SDM, ada beberapa unsur dalam membangun budaya nasional, seperti diuraikan berikut ini:
a. pengembangan kebudayaan bangsa
b. Pembangunan Budaya nasional
s. Pembauran
d. Pembinaan bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahas asing
f. Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan dan keaarsipan
g. Pengembangan dan Pembinaan Kesenian


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di dalam era globalisasi sumberdaya manusia sangat enting untuk kemajuan bangsa Indonesia kedepannya dan menuju kepada negara yang maju dan meninggalkan nebara berkembang.
Tapi di era globalisasi ini banyak sekali tantang bagi bangsa indonesia untuk meningkatkan sumber daya manusia karean di era globalisasi banyak sekali pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia. Dan di globalisasi ini juga diperlukan adanya kesetiaan, kesetiakawanan, disiplin, berjaka sama, menghargai waktu, dan lain sebagianya yang berfungsi untuk mendidik sumber daya manusia Indonesia agar rajin, bersemangat, pintar, disiplin, dan lain sebgainya.

DAFTAR PUSTAKA

- Abubakar, Suardi, dkk. 2002. BUKU PPKN KELAS 3 SMU. Jakarta: Yudhistira.
- Thamiend R, Nico dan Manus, M.P.B. 2002. BUKU SEJARAH KELAS 3 SMU. Jakarta: Yudhistira.
- Suteng S, Bambang, dkk. 2000. BUKU PPKN KELAS 2 SMU. Salatiga: Erlangga.
- Wardiyatmoko, k. 2000. BUKU GEOGRAFI KELAS 2. Jakarta: Erlangga.
- Simanjuntak Posman,2003. BUKU ANTROPOLOGI KELAS 3 SMU.. Jakarta: Erlangga.
- Wardiyatmoko K & Bintarto H.R, 2000. BUKU GEOGRAFI KELAS 1 SMU. Jakarta: Erlangga.
- Hamalik Dr. Oemar, 2001. PENGEMBANGAN SDM MANAJEMENPELATIHAN KETANAKERJAAN PENDEKATAN TERPADU. Jakarta: PT Bumi Aksara.
- Notoatmodjo DR. Soekidjo, 1991. PENGEMBANGAN SDM. Jakarta: Rineka Cipta.
- Badrika I Wayan, 2000. BUKU SEJARAH KELAS 3 SMU. Jakarta: Erlangga
- Ritongga, dkk, 2003. BUKU EKONOMI KELAS 3 SMU. Jakarta: Erlangga
Selengkapnya...

masalah tentang aurat

sBAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak awal dikenal manusia, pakaian lebih berfungsi sebagai penutup tubuh daripada sebagai pernyataan. Lamabangn status seorang dalam masyarakat. Sebab berpakaian ternyata memang merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang mempunyai rasa malu sehingga selalu. Berusaha menutupi tubunhya. Oleh karena itu, betapapun sederhananya kebudayaan suatu bangsa, usaha menutupi tubuh dengan pakaian itu selalu ada, walaupun dalam bentuk seadanya tetapi lebih baik ditutupi dengan baik agar aurat kita tidak kelihatan oleh orang lain.
Sebagai agama universal, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, merupakan suatu system hidup yang lengkap, yang senantiasa memberikan pedoman kepada umatnya mulai dari selasar paling dasar hingga terletak paling puncak. Oleh karena itu, Islam bukanlah suatu agama yang terbatas dalam kehidupan pribadi, yang mata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, sebagaimana konsepsi agama-agama selain Islam; melainkan memberikan pedoman hidup yang utuh dan menyeluruh.
Berhubungan dengan masalah pakain, maka di dalam makalah ini saya membuat tentang msalah menutup aurat. Dan untuk lebih lanjutnya ada pembahsannya tersendiri di dalam


BAB II
PEMBAHASAN
A. PANDANGAN ISLAM TENTANG PAKAIAN
Dalam mengajak umat manusia kepada ajaran-ajaran yang dibawanya, Al-Qur’an tidak jarang membentuk duplikasi maupun repetisi untuk ungkapan-ungkapan yang harus mendapat perhatian, sehingga tidak jarang Al-Qur’an menggunakan kata-kata untuk konsep yang artinya hampir sama (sinonim). Demikianlah misalnya agar manusia mengambil pelajaran dan hikmah dari umat-umat yang telah lalu. Dan dalam masalah pakaian, Al-Qur’an tyidak menggunakan satu istilah saja, tetapi juga mengunakan yang bermacam-macam sesuai dengan konteks kalimatnya. Pertama-tama kita akan bertemu dengan istilah Al-libas (bentuk jamak dari kata al-lubsu), yang berarti segala sesuatu yang menutup tubuh. Kata ini tercantum dalam al-Qur’an sebanyak sepuluh kali (dalam delapan ayat). Kemudian istilah laian yang sering dipergunakan oleh Al-Qur’an untuk menujukan pakaian ialah At-tsiyab (bentuk jamak dari kata al-tsaubu), tercantum samapai delapan kali; dan al-sarabil tercantum samapai tiga kali (dalam dua ayat).
Contoh dari kata al-libas di dalam ayat Al-Qur’an pada surah al-a’raf ayat 26 yang berbunyi :



Artinya: “Hai anak adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa (libas al-taqwa) itulah yang paling baiak. Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (QS Al-A’raf: 26).
Contoh ayat dari kata Al-tsiyab:


Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) memalinghkan dada merekai untuk menyembunyikan diri daripadanya (Muhammad). Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kaian (pakakain) . Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan, adan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah Maha Mangetahui segala isi hati”. (QS Hud : 5).
Contoh ayat pada kata Al-sarabil:



Artinya: “Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka”. (QS Ibrahim: 50).
Adapun yang dimaksud dengan pakaian itu sendiri dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang kia pakai mulai dari kepala sampai ke ujung kaki. Di dalam hal ini ter,asuk:
 Semua benda yang melekat di badan, seperti baju, celana, sarung, dan kaian panjang’
 Semua benda yang melengkapai pakakain dan berguna bagi si peeiliknya.
 Semua benda yang gunanya menambah keindahan bagi si pemakainya.

B. FUNGSI PAKAIAN
Allah SWT. telah berkenan menganugrahi manusia dengan pelbagai nikmat karunia yang tiada terhinga nilanya. Asalah satunya karunia yang tiada terhingga nilainya. Salah satu bentuk nikmata yang dianugrahkan-Nya itu adalah mengajarkan kepada manuasia pengetahuan untuk berpakaian.
Allah SWt berfirman:



Artinya: ”Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa] itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”. (QS Al-A’raf: 26).

Ayat di atas menjelaskan dua fungsi pakaian; (a) sebagai penutup aurat; dan (b) sebagai perhiasan. Dengan demikian fungsi pertama dan untama dari pakaian adalah sebagai penutup aurat. Kata aurat adalah perkataan arab”awrah, yang oleh Al-Tsabili didefinisakan sebaga “kullu ma yustahya min kasyfihifa huwa ‘awrah” (segala sesuatu yang memalukan karena terbukanya, disebut aurat. Sedangkan menurut istilah aurat adalah bagaian tubuh yang perlu ditutup atau bagaian tubuh itu jelas dan tegas batas-batasnya: pada laki-laki mulai dari pusar samapai ke lutut, sendangkan perempuan adalah semua anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan sampai pergelangan.
Fungsi pakaian yang ke dua adalah sebagai perhiasan untuk memperindah spenampilan di hadapan Allah dan sesama manusia. Inilah fungsi estetika brpakaian. Sebagai perhiasan, sesorang bebas merancang dan membuat bentuj atau mode serta warna pakaian yang dinggapinadahdan menarik serta menyenangkan selama tidak melampaui batas-batas yang telah dittapkan.
Di dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman tentang pakaian dan berhias yang berbunyi:



Artinya: “Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”(QS.Al-A’Raf:32).
Selain dari dua fungsi tersebut masih ada fungi pakaian yaitu untuk memenuhi syarat keshatan, kenyaman, dan keamanan, seperti melindungi badan dari gangguan luar(baik terik matahari, udara dingin dll.)

C. BATASAN-BATASAN AURAT LAKI-LAKI
Islam telah mentapkan aurat laki-laki anara pusat sampai lutut. Mereka diperntahkan untuk tidak membuka aurat di hadapan orang lain, dan dilarang pula melihat aurat orang lain dengan disengaja, kalau tidak sengaja hanya boleh melihat cukup sekali dan selebihnya haram hukumnya melihat itu lagi.
Abu Ayub al-Anshari meriwayatkan. Sabda Rasulullah SAW:

ﺓﺭﻭﻌﻠﺍ ﻥﻣ ﺓﺭﺴﻠﺍ ﻥﻣ ﻞﻔﺴﺍﻮﺓﺭﻮﻌﻠ ﺍﻥﻣ ﻥﻳﺘﺑﮎﺭﻟﺍﻕ ﻥﻣ
Artinya: “Aurat laki-laki adalah di anatar pusat lutut dan bawah pusat.” (HR Daraqutni).
Ali bin Abu Thalib meriwayatakan, Rasulullah Saw bersabda:
ﺖﻳﻣ ﻻﻮ ﻲﺣ ﺬﺨﻔ ﻰﻟ ﺍﺭﻅﻧﺗ ﻻﻮ ﻚﺫﺨﻔ ﺯﺮﺒﺘ ﻻ
Artinya: “Jangan kau menampakan pahamu, dan jangan melihat ke paha orang hidup atau mati.” (HR Abu Daid dan Ibnu Majah).
Aturan ini bersifat umum, dengan perkecualian sang istri. Dalam satu hadits disebutkan:
ﻚﻧﻳﻣﻳ ﺕﮐﻠﻣﺎﻣ ﻮﺍﻚﺘﺠ ﻭﺯ ﻥﻣ ﻻﺍ ﻚﺘ ﻮﻋ ﻇﻓﺤﺍ
Artinya” “Jagalah auratmu, kecuali dari istrimu dan budak perempuanmu”. (HR.Muslim, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah).
Karena aurat laki-laki hanya dari pusar sampai lutut maka pakaiannya pun lebih sederhana di bandingkan dengan pakaian perempuan.
D. BATASAN AURAT PEREMPUAN
Batas-batas aurat wanita lebih luas ketimbang aurat laki-laki. Setiap wanita diwajibkan menutup seluruh tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan, dari pandangan laki-laki bukan muhrim. Mereka tidak dilarang menampakan zinat (perhiasan)nya kepada beberapa orang golongan lelaki dan wanita,
Perempuan dalam pandangan Islam adalah insan yang memiliki kedudukan spesifik disebabkan struktur jasmaninya yang lebih seduktif dibandingkan dengan kaum pria. Seluruh tubuh perempuan’ kecuali muka dan telapak tangan sampai pergelangan adalah aurat. Surat An-Nur ayat 31 menunjukan bahwa seluruh tubuh perempuan itu adalah aurat, keguali yang biasa kelihatan atau biasa tampak daripadanya (illa ma Zhahara minha). Para ulama sepaka bahwa ayat ini termasuk dalil qath’iyyah dan bukan amaslah khilafiyyah sebagaimana anggapan orang sekarang ini. Perbedaan pendapat hanyalah terletak dalam mndefinisikan illa ma zhahara minha.
Menurut bberapa hadits, perhiasan zahir (yang boleh diperlihatkan) itu adalah wajah (temasuk celak mata), telapak tangan hingga pergelangan tangan (berikut cincin di jari dan pacar pada kuku), dan pakaian:”perhiaasan zhahir itu adalah muka, celak mata, bekas pacar di tangan dan cincin”. (HR Ibnu Jarir dari Ibnu ‘Abbas). Menurut Tafsir Khazin, Ibnu Mas’ud menerangkan bahwa “kecualai apa yang zhahir itu adalah pakaian”.
Menurut mazhab Maliki dan Hanafi, wajah dan telapak tangan perempuan tidak ternasuk aurat atau bagian tubuh yang perlu ditutup. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nabi Muhammad Saw. Kepada Asma binti Abu Bakar,: “Hai Asma! Sesungguhnya seseorang perempuan apabila telah cukup umur (sudahj sampai dating bulan), tidak pntas terlihat tubuhnya kecuali ini, seraya Rasulullah Saw. Menunjukan (mengisyaratkan) muka dan telapak tangannya”. (H Abu Daud dari Aisyah r.a.).
Sedangkan menurut Mazahab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa wajah dan keduatelapak tangan pun ter,asuk aurat, karena yang dimakasud dengan illa zhahara minha dalam surah an-Nur ayat 31 nitu adalah anggota tbuh yang terbuka tanpa sengaja, seperti jika terhembus angin. Tafsiran yang paling benar tentang ayat illa zhahara minha adalah kata-kata itu berarti muka dan tangan dan mencangkup pula celak mata, cincin, gelang, dan cat kuku. Hal ini dikatakan paling benarkarena memang ada pendapat dari ijma’(kesepakatan para ulama). Bahawa wajib bagi pria yang menjalankan shalat supaya menutup semua bagaian tubuh yang disebut aurat, demikian pula bagi perempuan yang menjalankan shalat, untuk menutupi semua bagaian tubuhnya, kecuali muka dan tanganya; sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. Bahwa kaum perempuan diperbolehkan membuka separoh pergelangan tanganya. Jika telah ada kesepakan tentang itu mka tak perlu diragukan lagi, bahwa kaum perempuan tetapa diperbolehkan membuka bagaian tubuh yang tidak ternasuk aurat tidaklah diharamkan. Itulah yang di maksud dengahn kata-kata illa zhahara minha. Dan diperbolehkan bagi perempuan membuka kerudungnya di dalam rumah dan boleh menampakkan di hadapan suami dan kerabat dekatnya selama ia dalam berpakaian yang pantas dan wajar.

Mereka tidak dilarang menampakan zinat (perhiasan)nya kepada beberapa orang golongan lelaki dan wanita,
Dari kalimat “kecuali yang (biasa) tampak darinya”, pada ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa zinat wanita terbagi menjadi dua yaitu:
1. Zinat yang tampak dan boleh ditampakkan.
2. Zinat yang tak tampak dan memang dilarang menampakannya.
Adapun yang boleh meliahat keindahan tubuh seorangperempuan ada 12 kelompok, meraka itu adalah:
1. Suami: diperbolehkan melihat dan memandang segala sesuatu yang dimiliki istrinya baik ia melihatnya dengan sayahwat maupun tidak dengan syahwat.
2. Ayah: ayah kandung istri.
3. Ayah suami: mertua laki-laki.
4. Putra-putra mereka: anak laki-laki kandung mereka
5. Putra-putra suami mereka: anak laki-laki tiri.
6. Saudara laki-laki: saudara laki-laki mereka adalah kaka atau adik laki-lai, baiak sekandung (seibu sebapak), seibu saja, atau sebapak saja.
7. Putra-putra saudara laki-laki: anakn laki-laki dari kakak atau adik perempuan, baik kandung, seibu saja, atau sebapak saja.
8. Putra-putra saudara perempuan: anak laki-laki dari kakak atau laki-laki. Baik sekandung, seibu saja, atau sebapak saja.
9. Perempuan-perempuan: perempuan Muslim.
10. Budak-budak yang dimiliki.
11. pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keingnan terhadap perempuan.
12. anak-anak yang belum tahu tentang aurat perempuan.

E. JILBAB
Dalam kahzanah kosakata bahasa Indonesia kiwari istilah yang lebih popular untuk busana muslimah adalah jilbab. Kata ini belum terdaftar dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia. Susunan Poerwadarminta, namun sekarang sudah tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia susunan Tim Penyususn Kamus Pusat Pembinaan da Pengembangan Bahsa dan Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain. Secara etimologis, kata jilbab bersal dari bahasa arab dan bentuk jamaknya jalabib tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzb ayat 59. Di kalangan bangsa Arab sebelumIslam, maksudpemakain jilbab berbeda-beda. Tetapai pada umumnya perempuan yang berjilbab dipandang sebagai perempuan yang merdeka, sehingga mereka tidak akan di ganggu tau diikuti oleh laki-laki yang mempunyai keinginan jahat, walaupun jilbab pada masa itu hanhya menutupi kepala dengan rambut yang masih tetap terlihat. Namun sekarang banyak kita lihat benyak sekali perempuan-perempuan yang memakai jilbab tetapi pakaiannya serba ketat sehinga auratnya kelihatan oleh orang lain dan jilbab hanya dijadikan sebagai topeng belaka agar mereka di segani oleh orang-orang. Oleh karena itu, beberapa criteria yang dapat dijadikan standar mode busana muslimah berikut ini, tampaknya prlu diperhatikan:
 Bagian tubuh yang boleh kelihatan hanya wajah dan telapak tangan (sampai pergelangan)
 Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau trasnparan (tembus pandang), karena kain yang dengan demikian akan mmperlihatkan bayangan kulit secara remang-remang.
 Modelnya tidak ketat, karena yang ketat akan menampakkan bentuk tubuh terutama payudara, pngang, dan pingul. Pergunakanlah potongan yang longgar agarlebih sehat, dan memberi keleluasaan bagi otot untuk bergerak.
 Tidak menyerupai pakaian laki-laki. Bila ke bawahnya mau mmakai celana panjang, sebaiknya bus lebih menurun sehingga menutup setengah paha.
 Bahasnya, juga sebaiknya modelnya, tidak terlalu mewah dan berlebihan atau menyolok mata, dengan warna yang aneh-aneh hingga menarik perhatian orang. Apalagi jka samai menimbulkan rasa angkuh dan sombong.







Di dalam surah Al-Ahzab Allah Swt berfirman:



Artinya: ” Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya [1233] ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS Al-Ahzab: 59).


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bahwasanya sangatpenting kita untuk menutu aurat kita baik laki-laki maupun perempuan terutamanya perempuan. Karena apabila kita mnampakkan atau melihatkan aurat kita secara sengaja kepada orang lain maka kita akan terkena dosa. Allah melarang kita untuk tidak berbuat maksiat kepdanya, salah satunya janganlah kita menampakkan aurat kita. Dan Islam pun telah mentapkan batasan-batasan untuk laki-laki dan perempuan. Seperti halnya laki-laki batas auratnya antara pusat sampai lutut. Sedangakan perempuan yang kelihatanya hanya muka dan telapak tangang. Apabila ada seorang perempuan keluar rumah tanpa memakai pelindung atau jilbab maka Allah akan membuatkan rumah di neraka na’ujubillah. Serta berpakaianlah yang sopan dan rapi, dan apabila kita sebagai perempuan yang memakai jilbab jangan terlalu menampakkan aurat kita maksud janganlah memakai pakaian yang terlalu ketat dan tipis atau seksi.

B. SARAN
Bagi kaum perempuan janganlah kalian memaka pakaian yang tidak disuakai oleh allah Swt. dan jangan memakai pakaian yang terlalu ketat, tipis dan seksi, agar tidak menimbulkan fitnah dan terlepas dari tindak kejahatan kaum pria yang berhidung belang. Dan ingatlah yang paling banyak masuk neraka nantinya adalah perempuan. Dan yang hanya bisa membuat orang hacur adalah Harta, Tahta, dan Wanita.


DAFTAR PUSTAKA

- Surtiretna Nina, et al, Anggun Berjilbab, Al-Bayan, Bandung:1995.
- Shahab Huisein, jibab menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Mizan, Bandung: 1986.
- Hassan, A, Jilbab, Lajnah Penerbitan Pesantren Persis Bangis (LP3B), Bangil
Selengkapnya...

Kamis, 17 September 2009

Manaqib Tuan Guru H. M. Zaini Abd. Ghani (Guru Sekumpul Martapura kal-sel)

Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin
Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa'ad bin Abdullah bin al-Mufti
Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh
Muhammad Arsyad al-Banjari.

Alimul Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani yang selagi kecil dipanggil
dengan nama Qusyairi adalah anak dari perkawinan Abdul Ghani bin H Abdul Manaf
dengan Hj Masliah binti H Mulya. Muhammad Zaini Ghani merupakan anak pertama,
sedangkan adiknya bernama H Rahmah.

Beliau dilahirkan di Tunggul Irang, Dalam Pagar, Martapura pada malam Rabu
tanggal 27 Muharram 1361 H bertepatan dengan tanggal 11 Februari 1942 M.

Diceriterakan oleh Abu Daudi, Asy Syekh Muhammad Ghani sejak kecil selalu
berada di samping ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Kedua orang ini yang
memelihara Qusyairi kecil. Sejak kecil keduanya menanamkan kedisiplinan dalam
pendidikan. Keduanya juga menanamkan pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar
membaca Alquran. Karena itulah, Abu Daudi meyakini, guru pertama dari Alimul
Allamah Asy Syekh Muhammad Zaini Ghani adalah ayah dan neneknya sendiri.

Semenjak kecil beliau sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu
pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama.
Guru Sekumpul sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal
Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium
tangannya.

Pada tahun 1949 saat berusia 7 tahun, beliau mengikuti pendidikan "formal"
masuk ke Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura. Guru-guru beliau pada masa
ini antara lain, Guru Abdul Muiz, Guru Sulaiman, Guru Muhammad Zein, Guru H.
Abdul Hamid Husain, Guru H. Rafi'i, Guru Syahran, Guru Husin Dahlan, Guru H.
Salman Yusuf. Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, beliau melanjutkan
pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura. Pada masa ini beliau
sudah belajar dengan Guru-guru besar yang spesialist dalam bidang keilmuan
seperti al-Alim al-Fadhil Sya'rani Arif, al-Alim al-Fadhil Husain Qadri,
al-Alim al-Fadhil Salim Ma'ruf, al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulya, al-Alim
Syaikh Salman Jalil, al-Alim al-Fadhil Sya'rani Arif, al-Alim al-Fadhil
al-Hafizh Syaikh Nashrun Thahir, dan KH. Aini Kandangan. Tiga yang terakhir
merupakan guru beliau yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid.

Kalau kita cermati deretan guru-guru beliau pada saat ini adalah tokoh-tokoh
besar yang sudah tidak diragukan lagi tingkat keilmuannya. Dari yang saya kenal
saja secara khusus adalah KH. Husin Qadri lewat buku-buku beliau seperti
Senjata Mukmin yang banyak dicetak di Kal-Sel. Sedangkan al-Alim al-Allamah
Seman Mulya, dan al-Alim Syaikh Salman Jalil, sempat kita temui ketika masih
hidup. Syaikh Seman Mulya adalah pamanda beliau yang secara intensif mendidik
beliau baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Dan ketika
mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung
bidang-bidang keilmuan itu kepada beliau kecuali di sekolahan. Tapi Guru Seman
langsung mengajak dan mengantarkan beliau mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal
dengan sepesialisasinya masing-masing baik di daerah Kal-Sel (Kalimantan)
maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami Hadits
dan Tafsir, guru Seman mengajak (mengantarkan) beliau kepada al-Alim al-Allamah
Syaikh Anang Sya'rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut
Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulya adalah
pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tapi karena kerendahan hati dan
tawadhu tidak menampakkannya ke depan khalayak.

Sedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu
faraidh. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui
ketinggian dan kedalamannya yaitu beliau dan al-marhum KH. Hanafiah Gobet).
Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qhadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang
tokoh pendiri IAIN Antasari Banjarmasin. Beliau ini pada masa tuanya kembali
berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang beliau contohkan
kepada kami agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim
besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang
sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.

Selain itu, di antara guru-guru beliau lagi selanjutnya adalah Syaikh Syarwani
Abdan (Bangil) dan al-Alim al-Allamah al-Syaikh al-Sayyid Muhammad Amin Kutbi.
Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus beliau, atau meminjam perkataan
beliau sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah). Dari beberapa guru
beliau lagi adalah Kyai Falak (Bogor), Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah),
Syaikh Hasan Masyath, Syaikh Ismail al-Yamani, dan Syaikh Abdul Kadir al-Bar.
Sedangkan guru pertama secara ruhani adalah al-Alim al-Allamah Ali Junaidi
(Berau) bin al-Alim al-Fadhil Qadhi Muhammad Amin bin al-Alim al-Allamah Mufti
Jamaludin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, dan al -Alim al-Allamah
Muhammad Syarwani Abdan Bangil. (Selain ini, masih banyak tokoh lagi di mana
sebagiannya sempat saya catat dan sebagian lagi tidak sempat karena waktu itu
beliau menyebutkannya dengan sangat cepat. Sempat saya hitung dalam jumblah
kira-kira, guru beliau ada sekitar 179 orang sepesialis bidang keilmuan Islam
terdiri dari wilayah Kalimantan sendiri, dari Jawa-Madura, dan dari Makkah).

Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamanda beliau semenjak kecil
betul-betul tertanam. Semenjak kecil beliau sudah menunjukkan sifat mulia;
penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang
yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnda beliau sendiri. Seperti
misalnya suatu ketika hujan turun deras sedangkan rumah beliau sekeluarga sudah
sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah.
Pada waktu itu, ayah beliau menelungkupi beliau untuk melindungi tubuhnya dari
hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.

Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Syekh Muhammad Ghani juga adalah seorang
pemuda yang shalih dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat
dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun.
Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan
untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan
sistem memenej usaha dagang beliau sampaikan kepada kami lewat cerita-cerita
itu.

Beberapa cerita yang masih saya ingat. Sewaktu kecil mereka sekeluarga yang
terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji
telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh.
Pada masa-masa itu juga, ayahnda beliau membuka kedai minuman. Setiap kali ada
sisa teh, ayahnda beliau selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan
kepada beliau. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan
diberikan untuk keluarga. Adapun sistem mengatur usaha dagang, beliau sampaikan
bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk
menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan
sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustazd kami pernah mengomentari hal
ini, "bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu." Pernah sewaktu kecil
beliau bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian
sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegur beliau,
"Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur." Beliau langsung
berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.

Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan dan keanehan:
Beliau sudah hapal al-Qur`an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir
Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulan beliau betul-betul
dijaga. Kemanapun bepergian selalu ditemani (saya lupa nama sepupu beliau yang
ditugaskan oleh Syaikh Seman Mulya untuk menemani beliau). Pernah suatu ketika
beliau ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa
kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamanda beliau Syaikh
Seman Mulya di hadapan beliau dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak
ada yang melihat Syaikh, begitu juga sepupu yang menjadi "bodyguard' beliau.
Beliaupun langsung pulang ke rumah.

Pada usia 9 tahun pas malam jum'at beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar
turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah
putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis "Sapinah al-Auliya". Beliau ingin
masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliaupun terbangun. Pada
malam jum'at berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam
jum'at ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini beliau
dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syaikh. Ketika sudah masuk,
beliau melihat masih banyak kursi yang kosong.

Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak
dikira orang yang pertama kali menyambut beliau dan menjadi guru adalah orang
yang menyambut beliau dalam mimpi tersebut. (Sayang saya lupa nama syaikh
tersebut, semoga saja beberapa kawan dan anggota jamaah yang juga hadir sewaktu
pengajian umum di PP. Al-Falah, Banjarbaru, Kal-Sel saat itu ada yang bisa
mengingatkan saya nama syaikh tersebut).

Salah satu pesan beliau tentang karamah adalah agar kita jangan sampai tertipu
dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah
anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan
pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah
atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah
istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya
karamah tapi shalatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi "bakarmi"
(orang yang keluar sesuatu dari duburnya).

Selain sebagai ulama yang ramah dan kasih sayang kepada setiap orang, beliau
juga orang yang tegas dan tidak segan-segan kepada penguasa apabila menyimpang.
Karena itu, beliau menolak undangan Soeharto untuk mengikuti acara halal bil
halal di Jakarta. Begitu juga dalam pengajian-pengajian, tidak kurang-kurangnya
beliau menyampaikan kritikan dan teguran kepada penguasa baik Gubernur, Bupati
atau jajaran lainnya dalam suatu masalah yang beliau anggap menyimpang atau
tidak tepat.

Kemarin, Rabu 10 Agustus 2005 jam 05.10 pagi beliau telah berpulang ke
rahmatullah pada usia 63 tahun. Dulu almarhum Guru Ayan (Rantau), salah seorang
syaikh yang dikenal kasyaf pernah menyampaikan bahwa kehidupan Syaikh M. Zaini
Ghani itu seperti Nabi. Bahkan usia beliau pun sama seperti usia Nabi. Salah
seorang murid dekat Guru Ayan, yaitu M. Yunus (kaka kelas saya di PP. Alfalah)
pernah mencoba melihat-lihat ciri-ciri hissiyahnya. Salah satu yang menjadi
sorotannya adalah kepindahan Beliau dari Keraton Martapura ke wilayah Sekumpul
seperti Rasulullah s.a.w. hijrah (dan beberapa hal lainnya). Dan sekarang,
ucapan tersebut terbukti. Kebetulan? Wallahu A'lam.
Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd. Ghani bin Al ‘arif Billah Abd. Ghani bin H. Abd. Manaf bin Muh. Seman bin H. M, Sa’ad bin H. Abdullah bin ‘Alimul ‘allamah Mufti H. M. Khalid bin ‘Alimul ‘allamah Khalifah H. Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad; dilahirkan pada, malam Rabu 27 Muharram, 1361 H (I I Februari 1942 M).

Nama kecilnya adalah Qusyairi, sejak kecil beliau termasuk dari salah seorang yang “mahfuzh”, yaitu suatu keadaan yang sangat jarang sekali terjadi, kecuali bagi orang orang yang sudah dipilih oleh Allah SWT.
Beliau adalah salah seorang anak yang mempunyai sifat sifat dan pembawaan yang lain daripada yang lainnya, diantaranya adalah bahwa beliau tidak pernah ihtilam.

‘Alimul ‘allamah Al Arif Billah Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd Ghani sejak kecil selalu berada disamping kedua orang tua dan nenek beliau yang benama Salbiyah. Beliau dididik dengan penuh kasih sayang dan disiplin dalam pendidikan, sehingga dimasa kanak kanak beliau sudah mulai ditanamkan pendidikan Tauhid dan Akhlaq oleh ayah dan nenek beliau. Beliau belajar membaca AI Quran dengan nenek beliau, dengan demikian guru pertama dalam bidang ilmu Tauhid dan Akhlaq adalah ayah dan nenek beliau sendiri.

Meskipun kehidupan kedua orang tua beliau dalam keadaan ekonomi sangat lemah, namun mereka selalu memperhatikan untuk turut membantu dan meringankan beban guru yang mengajar anak mereka membaca Al Quran, sehingga setiap malamnya beliau selalu membawa bekal botol kecil yang berisi minyak tanah untuk diberikan kepada Guru yang mengajar AI Quran.
Dalam usia kurang lebih 7 tahun beliau sudah mulai belajar di madrasah Darussalam Martapura.

Guru guru’Alimul’allamah Al ‘Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani :

1. Ditingkat Ibtida adalah: Guru Abd Mu’az, Guru Sulaiman, Guru Muh. Zein, Guru H. Abd. Hamid Husin, Guru H. Mahalli, Guru H. Rafi’I, Guru Syahran, Guru H. Husin Dakhlan, Guru H. Salman Yusuf
2. Ditingkat Tsanawiyah adalah: ‘Alimul Fadhil H. Sya’rani’Arif, ‘Alimul Fadhil H, Husin Qadri, ‘Alimul Fadhil H. Salilm Ma’ruf, ‘Alimul Fadhil H. Seman Mulya, ‘Alimul Fadhil H. Salman Jalil.
3. Guru dibidang Tajwid ialah: ‘Alimul Fadhil H. Sya’rani ‘Arif, ‘Alimul Fadhil At Hafizh H. Nashrun Thahir, ‘Al-Alim H. Aini Kandangan.
4. Guru Khusus adalah: ‘Alimul’allamah H. Muhammad Syarwani Abdan, ‘Alimul’allamah Asy Syekh As Sayyid Muh. Amin Kutby.

Sanad sanad dalam berbagai bidang ilmu dan Thariqat diterima dari:
Kyai Falak (Bogor), ‘Alimul’allamah Asy Syekh Muh Yasin Padang (Mekkah). ‘Alimul’allamah As Syekh Hasan Masysyath, ‘Alimul’allamah Asy Syekh Isma’il Yamani dan ‘Alimul’allamah Asy Syekh Abd. Qadir Al Baar.
5. Guru pertama secara Ruhani ialah: ‘Alimul ‘allamah Ali Junaidi (Berau) bin ‘Alimul Fadhil Qadhi H. Muhammad Amin bin ‘Alimul ‘allamah Mufti H. Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad, dan ‘Alimul ‘allamah H. Muhammad Syarwani Abdan.

Kemudian ‘Alimullailamah H. Muhammad Syarwani Abdan menyerahkan kepada Kiayi Falak dan seterusnya Kiayi Falak menyerahkan kepada ‘Alimul’allamah Asy Syekh As Sayyid Muh. Amin Kutby, kemudian beliau menyerahkan kepada Syekh Muhammad Arsyad yang selanjutnya langsung dipimpin oleh Rasulullah saw.

Atas petunjuk ‘Alimul’allamah Ali Junaidi, beliau dianjurkan untuk belajar kepada ‘Alimul Fadhil H. Muhammad (Gadung) bin ‘Alimul Fadhil H. Salman Farlisi bin ‘Allimul’allamah Qadhi H. Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad, mengenal masalah Nur Muhammad; maka dengan demikian diantara guru beliau tentang Nur Muhammad antara lain adalah ‘Alimul Fadhil H. M. Muhammad tersebut diatas.
Dalam usia kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa apa yang ada didalam atau yang terdinding.

Dan dalam usia itu pula beliau didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat akan kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentunya sangat mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi, laki-laki tersebut ternyata ketika melihat beliau langsung sungkem dan minta ampun serta memohon minta dikontrol atau diperiksakan ilmunya yang selama itu ia amalkan, jika salah atau sesat minta dibetulkan dan diapun minta agar supaya ditobatkan.

Mendengar hal yang demikian beliau lalu masuk serta memberitahukan masalah orang tersebut kepada ayah dan keluarga, di dalam rumah, sepeninggal beliau masuk kedalam ternyata tamu tersebut tertidur.
Setelah dia terjaga dari tidurnya maka diapun lalu diberi makan dan sementara tamu itu makan, beliau menemui ayah beliau dan menerangkan maksud dan tujuan kedatangan tamu tersebut. Maka kata ayah beliau tanyakan kepadanya apa saja ilmu yang dikajinya. Setelah selesai makan lalu beliau menanyakan kepada tamu tersebut sebagaimana yang dimaksud oleh ayah beliau dan jawabannva langsung beliau sampaikan kepada ayah beliau. Kemudian kata ayah beliau tanyakan apa lagi, maka jawabannyapun disampaikan beliau pula. Dan kata ayah beliau apa lagi, maka setelah berulamg kali di tanyakan apa lagi ilmu yang ia miiki maka pada akhirnya ketika beliau hendak menyampaikan kepada tamu tersebut, maka tamu tersebut tatkala melihat beliau mendekat kepadanya langsung gemetar badannya dan menangis seraya minta tolong ditobatkan dengan harapan Tuhan mengampuni dosa dosanya.

Pernah rumput rumputan memberi salam kepada beliau dan menyebutkan manfaatnya untuk pengobatan dan segalanya, begitu pula batu-batuan dan besi. Namun kesemuanya itu tidaklah beliau perhatikan dan hal hal yang demikian itu beliau anggap hanya merupakan ujian dan cobaan semata dari Allah SWT.
Dalam usia 14 tahun, atau tepatnya masih duduk di Kelas Satu Tsanawiyah, beliau telah dibukakan oleh Allah swt atau futuh, tatkala membaca Tafsir: Wakanallahu syamiiul bashiir.

‘Alimul’allamah Al-’Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani, yang sejak kecilnya hidup ditengah keluarga yang shalih, maka sifat sifat sabar, ridha, kitmanul mashaib, kasih sayang, pemurah dan tidak pemarah sudah tertanam dan tumbuh subur dijiwa beliau; sehingga apapun yang terjadi terhadap diri beliau tidak pernah mengeluh dan mengadu kepada orang tua, sekalipun beliau pernah dipukuli oleh orang-orang yang hasud dan dengki kepadanya.

Beliau adalah seorang yang sangat mencintai para ulama dan orang orang yang shalih, hal ini tampak ketika beliau masih kecil, beliau selalu menunggu tempat tempat yang biasanya ‘Alimul Fadhil H. Zainal Ilmi lewati pada hari-hari tertentu ketika hendak pergi ke Banjarmasin semata mata hanya untuk bersalaman dan mencium tangan tuan Guru H. Zainal Ilmi.
Dimasa remaja ‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh H. M Zaini Abd Ghani pernah bertemu dengan Saiyidina Hasan dan Saiyidina Husin yang keduanva masing-masing membawakan pakaian dan memasangkan kepada beliau lengkap dengan sorban dari lainnya. Dan beliau ketika itu diberi nama oleh keduanya dengan nama Zainal ‘Abidin.

Setelah dewasa. maka tampaklah kebesaran dan keutamaan beliau dalam berbagai hal dan banyak pula orang yang belajar. Para Habaib yang tua tua, para ulama dan guru-guru yang pernah mengajari beliau, karena mereka mengetahui keadaan beliau yang sebenarnya dan sangat sayang serta hormat kepada beliau.

‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani adalah seorang ulama yang menghimpun antara wasiat, thariqat dari haqiqat, dan beliau seorang yang Hafazh AI Quran beserta hafazh Tafsirnya, yaitu Tafsir Al Quran Al ‘Azhim Lil-Imamain Al Jalalain. Beliau seorang ulama yang masih termasuk keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang menghidupkan kembali ilmu dan amalan-amalan serta Thariqat yang diamalkan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Karena itu majelis pengajian beliau, baik majelis tali’m maupun majelis ‘amaliyahnya adalah seperti majelis Syekh Abd. Kadir al-Jilani.

Sifat lemah lembut, kasih sayang, ramah tamah, sabar dan pemurah sangatlah tampak pada diri beliau, sehingga beliau dikasihi dan disayangi oleh segenap lapisan masyarakat, sababat dan anak murid.
Kalau ada orang yang tidak senang melihat akan keadaan beliau dan menyerang dengan berbagai kritikan dan hasutan maka beliaupun tidak peniah membalasnya. Beliau hanya diam dan tidak ada reaksi apapun, karena beliau anggap mereka itu belum mengerti, bahkan tidak mengetahuu serta tidak mau bertanya.
Tamu tamu yang datang kerumah beliau, pada umumnya selalu beliau berikan jamuan makan, apalagi pada hari-hari pengajian, seluruh murid murid yang mengikuti pengajian yang tidak kurang dari 3000 an, kesemuanya diberikan jamuan makan. Sedangkan pada hari hari lainnya diberikan jamuan minuman dan roti.

Beliau adalah orang yang mempunyai prinsip dalam berjihad yang benar benar mencerminkan apa apa yang terkandung dalam Al Quran, misalnya beliau akan menghadiri suatu majelis yang sifatnya da’wah Islamivah, atau membesarkan dan memuliakan syi’ar agama Islam. Sebelum beliau pergi ketempat tersebut lebih dulu beliau turut menyumbangkan harta beliau untuk pelaksanaannya, kemudian baru beliau dating. Jadi benar benar beliau berjihad dengan harta lebih dahulu, kemudian dengan anggota badan. Dengan demikian beliau benar benar meamalkan kandungan Al Quran yang berbunyi: Wajaahiduu bi’amwaaliku waanfusikum fii syabilillah.
‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani, adalah satu satunya Ulama di Kalimantan, bahkan di Indonesia yang mendapat izin untuk mengijazahkan (baiat) Thariqat Sammaniyah, karena itu banyaklah yang datang kepada beliau untuk mengambil bai’at thariqat tersebut, bukan saja dari Kalimantan, bahkan dari pulau Jawa dan daerah lainnya.
‘Alimul’allamah Al ‘Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani dalam mengajar dan membimbing umat baik laki-laki maupun perempuan tidak mengenal lelah dan sakit. Meskipun dalam keadaan kurang sehat beliau masih tetap mengajar.

Dalam membina kesehatan para peserta pengajian dalam waktu waktu tertentu beliau datangkan doktcr dokter spesialis untuk memberiikan penyuluhan kesehatan sebelum pengajian dimulai. Seperti dokter spesialls jantung, paru paru, THT, mata, ginjal, penyakit dalam, serta dokter ahli penyakit menular dan lainnya. Dengan demikian beliau sangatlah memperhatikan kesehatan para peserta pengajian dari kesehatan lingkungan tempat pengajian.

Karomah- Karomahnya
Ketika beliau masih tinggal di Kampung Keraton, biasanya setelah selesai pembacaan maulid, beliau duduk-duduk dengan beberapa orang yang masih belum pulang sambil bercerita tentang orang orang tua dulu yang isi cerita itu untuk dapat diambil pelajaran dalam meningkatkan amaliyah.
Tiba tiba beliau bercerita tentang buah rambutan, pada waktu itu masih belum musimnya; dengan tidak disadari dan diketaui oleh yang hadir beliau mengacungkan tangannya kebelakang dan ternyata ditangan beliau terdapat sebuah buah rambutan yang masak, maka heranlah semua yang hadir melihat kejadian akan hal tersebut. Dan rambutan itupun langsung beliau makan.

Ketika beliau sedang menghadiri selamatan dan disuguh jamuan oleh shahibulbait maka tampak ketika, itu makanan, tersebut hampir habis beliau makan, namun setelah piring tempat makanan itu diterima kembali oleh yang melayani beliau, ternyata, makanan yang tampak habis itu masih banyak bersisa dan seakan akan tidak dimakan oleh beliau
Pada suatu musim kemarau yang panjang, dimana hujan sudah lama tidak turun sehingga sumur sumur sudah hampir mengering, maka cemaslah masyarakat ketika itu dan mengharap agar hujan bisa secara turun.
Melihat hal yang demikian banyak orang yang datang kepada beliau mohon minta doa beliau agar hujan segera turun, kemudian beliau lalu keluar rumah dan menuju pohon pisang yang masih berada didekat rumah beliau itu, maka beliau goyang goyangkan lah pohon pisang tersebut dan ternyata tidak lama kemudian, hujanpun turun dengan derasnya.

Ketika pelaksanaan Haul Syekh Muhammad Arsyad yang ke 189 di Dalam pagar Martapuram, kebetulan pada masa itu sedang musim hujan sehingga membanjiri jalanan yang akan dilalui oleh ‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy Syeikh H. M. Zaini Abd. Ghani menuju ketempat pelaksanaan haul tersebut, hal ini sempat mencemaskan panitia pelaksanaan haul tersebut, dan tidak disangka sejak pagi harinya jalanan yang akan dilalui oleh beliau yang masih digenangi air sudah kering, sehingga dengan mudahnya beliau dan rombongan melewati jalanan tersebut; dan setelah keesokan harinya jalanan itupun kembali digenangi air sampai beberapa hari.
Banyak orang orang yang menderita sakit seperti sakit ginjal, usus yang membusuk, anak yang tertelan peniti, orang yang sedang hamil dan bayinya jungkir serta meninggal dalam kandungan ibunya, sernuanya ini menurut keterangan dokter harus dioperasi. Namun keluarga mereka pergi minta do’a dan pertolongan. ‘Allimul’allamah ‘Arif Billah Asy Syekh H. M. Zaini Abd. Ghani. Dengan air yang beliau berikan kesemuanya dapat tertolong dan sembuh tanpa dioperasi.
Demlklanlah diantara karamah dan kekuasaan Tuhan yang ditunjukkan kepada diri seorang hamba yang dikasihiNya. ***
(Abu Daudi)

Karya tulis beliau adalah :
- Risalah Mubarakah.
- Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muharnmad bin Abd. Karim Al-Qadiri Al Hasani As Samman Al Madani.
- Ar Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
- Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba-’Alwy.

Wasiat Tuan Guru K.H. M. Zaini Abdul Ghoni
1. Menghormati ulama dan orang tua,
2. Baik sangka terhadap muslimin,
3. Murah hati,
4. Murah harta,
5. Manis muka,
6. Jangan menyakiti orang lain,
7. Mengampunkan kesalahan orang lain,
8. Jangan bermusuh-musuhan,
9. Jangan tamak / serakah,
10. Berpegang kepada Allah, pada Qobul segala hajat,
11. Yakin keselamatan itu pada kebenaran
Selengkapnya...

Kamis, 14 Mei 2009

Pendapat Imam as-Sayuthi tentang Maulid Nabi

MAULID TANDA KEGEMBIRAAN UMAT
Dan ketika hampir tiba saatnya kelahiran insan tercinta ini,
gema ucapan selamat datang yang hangat berkumandang di langit dan bumi.
Hujan kemurahan Ilahi tercurah atas penghuni alam dengan lebatnya,
Lidah malaikat bergemuruh mengumumkan kabar gembira kuasa Alloh menyingkap tabir rahasia tersembunyi,
membuat cahaya Nur-Nya terbit sempurna di alam nyata;
“CAHAYA MENGUNGGULI SEGENAP CAHAYA”
Ketetapan-Nya pun terlaksana atas orang pilihan yang ni’mat-Nya disempurnakan bagi mereka;
yang menunggu detik-detik kelahirannya;
sebagai penghibur pribadinya yang beruntung;
dan ikut bergembira mereguk ni’mat berlimpah ini.
Maka hadirlah dengan taufik Alloh;
As-Sayyidah Maryam dan As-sayyidah Asiah,
bersama sejumlah bidadari surga yang beroleh kemuliaan agung yang di bagi-bagikan oleh Alloh atas mereka yang di kehendaki.
Dan tibalah saat yang telah di atur Alloh bagi kelahiran (maulud) ini.
Maka menyingsinglah fajar keutamaan nan cerah terang benderang menjulang tinggi…….
Dan lahirlah insan pemuji dan terpuji_tunduk khusyu’ di hadapan Alloh,
dengan segala penghormatan tulus dan sembah sujud.
Demikianlah syair yang ditujukan atas peristiwa di detik-detik kelahiran Nabi Saw yang di gubah oleh Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.
Imam Nawawy Al-Banteny Al-Jawy didalam kitabnya yang berjudul “Ma’aarij” menyatakan :
“bahwa orang yang mementingkan aktif didalam peringatan maulid Nabi Muhammad S.a.w. itu adalah dari pada sebesar-besarnya ibadah dengan diisi pembacaan Al-Qur’an, bersedekah, dan menerangkan sejarah kelahiran Nabi S.a.w.
Namun apa penertian maulid itu ?”. Maulid secara bahasa berarti adalah hari kelahiran adapun maulid yang biasa kita kenal adalah suatu perayaan/peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad S.a.w. yang di selenggarakan secara berjamaah dibacakan ayat-
ayat Alqur’an dan riwayat hidup kekasih Alloh Nabi Muhammad Saw serta sholawat dan pujian-pujian kepada beliau Saw, dengan maksud mengagungkan martabat Nabi Muhammad SAW dan memperlihatkan kegembiraan Kaum muslimin menyambut kelahiran beliau S.a.w.
Assayid Al-Hafizd Al-musnid Prof.Dr. Muhammad Bin Alwy Al-Maliky Al-Hasaniy mufti Mekkah mengutarakan tentang ja’iznya/bolehnya perayaan atau peringatan maulid Nabi SAW didalam kitabnya yang berjudul “Mafahim Yajibu An Tusahhah”, yang kita sebutkan beberapa diantaranya:
a) peringatan maulid memantulkan kegembiraan kaum muslimin menyambut junjungan mereka, Nabi Muhammad SAW. bahkan orang kafir pun beroleh manfaat dari sikapnya yang menyambut gembira kelahiran beliau seperti Abu Lahab, misalnya. sebuah hadist didalam Shohih Bukhori menerangkankan, bahwa tiap hari senin Abu Lahab diringankan adzabnya, karena
memerdekakan budak perempuannya, tsuwaibah, sebagai tanda kegembiraannya menyambut kelahiran putera saudaranya. ‘abdulloh bin abdulmutholib, yaitu Nabi Muhammad Saw, jadi jika orang kafir saja beroleh manfaat dari kegembiraannya menyambut kelahiran Nabi Muhammad Saw apalagi orang beriman.
b) Rosululloh S.a.w. sendiri menghormati hari kelahiran beliau, dan bersyukur kepada Alloh S.W.T. atas karunia ni’mat-Nya yang besar itu. Beliau dilahirkan di alam wujud sebagai hamba Alloh yang paling mulia dan sebagai rahmat bagi seluruh wajud. Cara
beliau menghormati hari kelahirannya ialah dengan berpuasa.
Sebuah Hadist dari Abu Qotadah menuturkan, bahwa ketika Rosululloh S.a.w. ditanya oleh beberapa orang sahabat mengenai puasa beliau tiap hari senin, beliau menjawab:
“pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu juga Alloh menurunkan wahyu kepadaku” ( diriwayatkan oleh Muslim didalam Shahih-nya ).
Puasa yang beliau lakukan itu merupakan cara beliau memperingati hari maulidnya sendiri. Memang tidak berupa perayaan, tetapi makna dan tujuannya adalah sama, yaitu peringatan.
Peringatan dapat dilakukan dengan cara berpuasa, dengan memberi makan kepada fihak yang membutuhkan, dengan berkumpul untuk berzikir dan bersholawat, atau dengan menguraikan keagungan perilaku beliau sebagai manusia termulia.
C) pernyataan senang dan gembira menyambut kelahiran Nabi Muhammad S.a.w. merupakan tuntunan Al Qur’an.
Alloh berfirman:
“Katakanlah : dengan karunia Alloh dan rahmat_Nya, hendaklah (dengan itu ) mereka bergembira”. (S. Yunus:58)
Alloh S.W.T memerintahkan kita bergembira atas rahmat_Nya, dan Nabi Muhammad S.a.w. jelas merupakan rahmat terbesar bagi kita dan alam semesta :
“Dan kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta”. (S. Al_Anbiya : 107).
D) Memuliakan Rosululloh S.a.w. adalah ketentuan syari’at yang wajib dipenuhi. Memperingati ulang tahun kelahiran beliau dengan memperlihatkan kegembiraan, menyelenggarakan walimah, mengumpulkan jama’ah untuk berzikir mengingat beliau, menyantuni kaum fakir miskin dan amal-amal kebajikan lainnya adalah bagian dari cara kita menghormati dan memuliakan beliau. Itu semua menunjukan pula betapa betapa besar kegembiraan dan perasaan syukur kita kepada Alloh atas hidayat yang dilimpahkan kepada kita melalui seorang Nabi dan Rosul pilihan-Nya.
E) Perayaan atau peringatan maulid Nabi dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negri, dan diadakan oleh mereka. Menurut kai’dah hukum syara’ kegiatan demikian itu adalah Mathlub syar’an ( menjadi tuntutan syara’).
Hadist mauquf dari Ibnu Mas’ud R.a. menegaskan :
“apa yang di pandang baik oleh kaum muslimin, di sisi Alloh itu adalah baik, dan apa yang di pandang buruk oleh kaum muslimin, disisi Alloh itu adalah buruk ” (Hadist di
keluarkan oleh Imam Ahmad).
BEBERAPA PANDANGAN PARA ULAMA MENGENAI MAULID.
Telah berkata Sulthanul-’Arifin Jalaluddin as-Sayuthi dalam kitabnya berjudul “al-Wasaail fi syarhisy Syamaail”:-
“Tidak ada sebuah rumah atau masjid atau tempat yang dibacakan padanya Mawlidin Nabi s.a.w. melainkan akan dikitari/dikelilingi/diselubungi tempat itu oleh para malaikat akan ahli yang hadir di tempat tersebut serta dirantai mereka oleh Allah dengan rahmat. Para malaikat yang diselubungi/diliputi/dikalungi cahaya yaitu Jibril, Mikail, Israfil, Qarbail, ‘Aynail, ash-Shaafun, al-Haafun dan al-Karubiyyun, maka bahwasanya mereka berdoa bagi siapa-siapa yang menjadi sebab untuk pembacaan Mawlidin Nabi s.a.w. “
Imam as-Sayuthi berkata:
“Tidak ada seseorang Islam yang diperbacakan dalam rumahnya akan Mawlidin Nabi s.a.w. melainkan diangkat Allah kemarau, wabah, kebakaran, malapetaka, bala bencana, kesengsaraan, permusuhan, hasad dengki, kejahatan ‘ain (sihir pandangan) dan kecurian daripada ahli rumah tersebut, maka apabila dia mati, Allah akan mempermudahkan atasnya menjawab soal Munkar dan Nakir dan adalah dia ditempatkan pada kedudukan as-Shidq di sisi Allah Raja yang Maha Berkuasa.”
Mungkin ada yang bertanya kenapa ada orang baca mawlid tetapi masih menerima malapetaka dan bencana. Apa mau dikata, bahkan para Nabi pun mendapat musibah duniawi sebagai ujian daripada Allah s.w.t., karena semuanya berlaku atas kehendak Allah semata-mata. namun musibah duniawi adalah ringan dibanding musibah berbentuk maknawi. Keselamatan dari musibah maknawi ini yang diutamakan, biar rumah kita dicuri asalkan iman dan kesabaran serta tawakkal kita pada Allah tidak turut dicuri . Mungkin juga Allah belum menerima amalan kita, sehingga tidak menjadi sebab mendapat rahmat Allah tersebut, oleh itu teruskan usaha dan tingkatkan amal. Yakin kepada kemurahan Allah yang tiada terbatas dan carilah syafaat daripada Junjungan s.a.w.
Lebih lanjut Imam jalaluddin As-suyuty menjelaskan dalam risalahnya yang berjudul “Husnul-Maqosid fi A’malil-Maulid :
“orang pertama yang menyelenggarakan peringatan maulid Nabi SAW ialah Sultan Al-Mudzaffar, penguasa arbil (suatu tempat di Iraq sebelah timur / selatan kota mausil). peringatan tersebut dihadiri oleh para ulama terkemuka dan orang-orang sholeh dari kaum sufi. tiap tahun Al-Mudzaffar mengeluarkan biaya sebesar 300.000 dinar untuk peringatan maulid, dengan niat semata-mata untuk taqorrub kepada Alloh SWT
Menurut kenyataan, tak seorang pun dari ulama dan orang-orang saleh yang hadir dalam peringatan itu mengingkari kebajikan dan fadilah peringatan maulid, bahkan semua merestui dan memuji prakarsa Sultan Mudzaffar.
Atas permintaan Sultan Mudzaffar, Ibnu Dahyah menulis sebuah kitab khusus mengenai maulid Nabi SAW dengan judul: “At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir An-Nazdir”.
Kitab itu ditulis pada tahun 604 H. dan ternyata diakui kebaikannya oleh para ulama pada masa itu.
Syaikh DhiyaUddin Ahmad bin Sa`id ad-Darini dalam kitabnya ” Thaharatul Qulub wal Khudu’ li Allamil Ghuyub” menulis antara lain:
-Mengingat atau memuji-muji Junjungan Nabi s.a.w. akan menambahkan keimanan, menerangi hati dan menyingkap rahasia kebijaksanaan Tuhan. Allah s.w.t. telah menetapkan cinta kepada Junjungan Nabi s.a.w. sebagai syarat untuk mencintai-Nya dan taat kepada-Nya sebagai ukuran kepatuhan kepada-Nya. Mengingat Junjungan Nabi s.a.w. juga berhubungan dengan mengingat Allah s.w.t. sebagaimana bai’ah kepada Junjungan Nabi s.a.w. juga berkait dengan bai’ah kepada-Nya.
Sayyidisy-Syaikh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi dalam kitabnya “I`anatuth-Tholibin” jilid 3 halaman 414 menyatakan antara lain:
-Telah berkata Imam al-Hasan al-Bashri qaddasaAllahu sirrah: “Aku berikan jika ada padaku seumpama gunung Uhud emas untuk kunafkahkan atas pembacaan mawlid ar-Rasul.”Telah berkata Imam al-Junaidi al-Baghdadi rhm.: “barang siapa yang hadir mawlid ar-Rasul dan membesarkan derajat baginda, maka telah sempurna imannya.”Telah berkata Syaikh Ma’ruuf al-Karkhi qds.: “barang siapa yang menyediakan untuk pembacaan mawlid ar-Rasul akan makanan, menghimpunkan saudara-saudaranya, menyalakan lampu-lampu,berpakaian baru, berwangi-wangian, berhias-hias, demi membesarkan mawlid Junjungan s.a.w., niscaya dia akan dihimpunkan oleh Allah ta`ala pada hari kiamat bersama-sama kumpulan pertama daripada para nabi dan jadilah dia berada pada derajat yang tinggi di syurga. Dan barang siapa yang telah membaca mawlid ar-Rasul s.a.w. di atas dirham-dirham perak atau emas, dan mencampurkannya bersama dirham-dirham lain, maka akan turun keberkahan dan tidaklah akan miskin pemiliknya serta tidak akan kosong tangannya dengan berkah mawlid ar-Rasul s.a.w.”
Seterusnya Sidi Syatha dalam “I`anatuth-Tholibin” menyambung:
-Dan telah berkata al-Imam al-Yafi`i al-Yamani (sesetengah kitab tersilap cetak di mana huruf “ya” berubah kepada “syin” menyebabkan perkataan ini dinisbahkan kepada Imam asy-Syafi`i):
- “barang siapa yang menghimpunkan untuk Mawlidin Nabi s.a.w. saudara- saudaranya, menyediakan makanan dan tempat serta berbuat ihsan sehingga menjadi sebab untuk pembacaan Mawlidir Rasul s.a.w., dia akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat berserta dengan para shiddiqin, syuhada` dan sholihin serta dimasukkan dia ke dalam syurga-syurga yang penuh keni’matan.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya “al-Mawlid asy-Syarif al-Mu`adzdzham”, Syaikh Ibnu Zahira al-Hanafi dalam “al-Jami’ al-Lathif fi Fasl Makkah wa ahliha”, ad-Diyabakri dalam “Tarikh al-Khamis” dan Syaikh an-Nahrawali dalam “al-I’lam bi a’lami Bait Allah al-haram”, menulis senario sambutan Mawlid Nabi s.a.w. di Makkah seperti berikut:
Setiap tahun tanggal 12 Rabi`ul Awwal, selepas sembahyang Maghrib, keempat-empat qadhi Makkah (yang mewakili mazhab yang empat) bersama-sama orang banyak termasuk segala fuqaha, fudhala` (orang kenamaan) Makkah, syaikh-syaikh, guru-guru zawiyah dan murid-murid mereka, ru`asa’(penguasa-penguasa), muta`ammamin (ulama-ulama) keluar meninggalkan Masjidil Haram untuk pergi bersama-sama menziarahi tempat Junjungan Nabi s.a.w. dilahirkan. Mereka berarak dengan maelantunkan zikir dan tahlil. Rumah-rumah di Makkah diterangi cahaya pelita dan lilin. Orang yang turut serta amat banyak dengan berpakaian indah serta membawa anak-anak mereka. Setiba di tempat kelahiran tersebut, ceramah yang berkaitan Mawlidin Nabi disampaikan, serta kebesaran, kemuliaan dan mu’jizat Junjungan diceritakan. Setelah itu, doa untuk Sultan, Amir Makkah dan Qadhi Syafi`i dibacakan dengan penuh khusyu’ dan khudu`. Setelah hampir waktu Isya`, barulah mereka berarak semula pulang ke Masjidil Haram untuk menunaikan sholat Isya`.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
“kemulian hari mauled Nabi Muhammad S.a.w. dan diperingatinya secara berkala (berlanjut) sebagaimana yang di lakukan kaum muslimin tentu mendatangkan pahala besar, mengingat maksud dan tujuannya yang sangat baik, yaitu menghormati dan memuliakan kebesaran Nabi dan Rosul pembawa hidayat bagi semua ummat manusia.
Sumber :
Al-Bayan Asyaafii Fi Mafahim Al-Khilaafii, As-Sayyid Muhammad bin Husein Al-Hamid Al-Husaini.

http://orgawam.wordpress.com/2008/04/02/maulid-tanda-kegembiraan-umat/www.nurulmusthofa.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=93 Selengkapnya...

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

PESANTREN DAN TRADISI MAWLID
Telaah Atas Kritik Terhadap Tradisi Membaca Kitab Mawlid di Pesantren
Thoha Hamim1
Peringatan Mawlid Nabi Muhammad SAW. sejak pertama kali diperkenalkan oleh seorang penguasa Dinasti Fatimiyah (909-117.M.) sudah menimbulkan kontrofersi. Peringatan tersebut saat itu memang masih dalam taraf ujicoba. Ujicoba kelayakan ini tanpak ketika penguasa Dinasti Fatimiyah berikutnya melarang penyelenggaraan peringatan Mawlid tadi2. Peringatan Mawlid diadakan untuk menegaskan bahwa keluarga Dinasti Fatimiyah adalah betul betul keturunan Nabi Muhammad SAW. (ahl al-bayt). Penegasan hubungan geneologi ini sangat diperlukan untuk mengesahkan “hak” keluarga Fatimiyah sebagai “pewaris kekuasaan politiknya” Nabi Muhammad.
Bukti lain bahwa keabsahan peringatan Mawlid masih diperdebatkan adalah, bahwa banyak ulama dari berbagai madhhab secara eksplisit menunjukkan sikap pro dan kontra terhadap tradisi ini. Al-Suyuti, seorang ulama’ dari madhhab Shafi’i, menulis kitab Husn al-Maqsid fi ‘Amal al-Mawlid untuk mengesahkan tradisi Mawlid. Sebaliknya, al-Fakihin, seorang ulama dari madhhab Maliki, menolak peringatan Mawlid yang secara terurai dia jelaskan alasan alasannya dalam kitabnya al-Mawrid fi Kalam ‘al-Mawlid3.
Dalam era modern, peringatan Mawlid bukan hanya dipersoalkan oleh kelompok reformis-puritan, seperti orang-orang Wahhabi yang dengan tegas mengharamkannya, tetapi juga oleh mereka yang moderat. Argumen “klise” yang mereka ajukan adalah bahwa peringatan Mawlid tidak diperintahkan dalam nass (teks) al-Qur’an, tidak pula dicontohkan oleh Rasul Allah dan juga tidak pernah ditradisikan oleh para Salaf4.
Peringatan Mawlid berubah menjadi sebuah perayaan yang di selenggarakan hampir disetiap kawasan Islam, setelah dipopulerkan oleh Abu Sa’id al-Kokburi, Gubernur wilayah Irbil di masa pemerintahan Sultan Salah al-Din al-Ayyubi. Peringatan yang sepenuhnya memperoleh dukungan dari kelompok elit politik saat itu, diselenggarakan untuk memperkokoh semangat keagamaan umat Islam yang sedang menghadapi ancaman serangan tentara Salib (Crusaders) dari Eropa. Namun perlu disebutkan bahwa peringatan ini diselenggarakan dengan menyisipkan kegiatan hiburan, dimana atraksi atraksinya melibatkan para musisi, penyanyi serta pembawa cerita (story tellers). Ukuran kemeriahan peringatan bisa dilihat dari banyaknya jumlah pengunjung yang datang dari berbagai kawasan, bahkan sampai dari luar wilayah kekuasaannya Abu Sa’id al-Kokburi5.
Perdebatan tentang peringatan Mawlid juga berlangsung cukup sengit di Indonesia di era sebelum tahun 1970-an. Walaupun perdebatan serupa sekarang resonansinya sudah tidak nyaring lagi, namun perdebatan tersebut sesekali muncul dalam saat saat tertentu dan tentu dalam sekala yang sangat kecil dan materi yang berbeda6.
Kritik terhadap peringatan Mawlid di Indonesia pada era sebelum tahun 1970-an diarahakan kepada tradisi membaca tiga kitab Mawlid, yang dilakukan oleh kalangan pesantren, yaitu al_Barjanji, al-Diba’i, dan al-Burdah. Kalangan pesantren memang menjadikan tiga kitab tersebut sebagai bahan bacaan tunggal dalam setiap kegiatan peringatan Mawlid mereka. Perlu disebutkan bahwa kalangan pesantren bukan hanya membaca tiga kitab tersebut, tetapi juga memasukkan kajian Mawlid kedalam kurikulum pondok pesantren mereka. Kitab Mawlid yang dipakai dalam kajian ini umumnya yaitu, Madarij al-Su’ud ila Iktisa al-Burud, karangan Muhammad Ibn ‘Umar al-Bantani7
Mereka yang menolak peringatan Mawlid menganggap bahwa peringatan Mawlid yang dilakukan dengan cara membaca tiga kitab tadi adalah perbuatan tercela (bid’ah dalalah). Sewlanjutnya mereka menuduh bahwa dengan tetap mempertahankan tradisi Mawlid, maka berarti kalangan pesantren telah mengesahkan amalan yang dicela Islam8. Alasan yang mereka kemukakan adalah bahwa pujian yang termuat dalam tiga kitab tadi melanggar batasan puji pujian yang digariskan oleh Syari’ah. Menurut mereka, materi pujian yang menggambarkan Nabi sebagai pemberi syafa’ah, ampunan dan keselamatan adalah perbuatan syirk, karena pujian seperti itu menempatkan Nabi dalam kapasitas sebagai pemberi keselamatan, sebuah status yang menjadi hak mutlaknya Tuhan saja9.
Penolakan terhadap konsep syafa’ah memang bisa difahami. Al-Qur’an sendiri tidak memberikan kepastian hukum yang tegas terhadap kedudukan syafa’ah. Sementara dalam beberapa ayatnya, al-Qur’an menganggap syafa’ah sebagai perilaku yang tidak benar, sedangkan dalam ayat lain al-Qur’an tidak menolaknya10. Namun dalam sebuah hadith, Rasul Allah SAW. diriwayatkan pernah memberikan syafa’ah kepada seseorang yang telah meninggal. Bahkan hadith yang memberitakan tentang syafa’ah tersebut bukan hanya memiliki kualitas shahih, tetapi juga qudsi11. Barangkali karena konsep syafa’ah sudah memiliki landasan nass hadith, maka sebagian ulama kemudian menerima keabsahan syafa’ah dengan cara membuat kesepakatan sampai ke tingkat ijma’(konsensus)12.
Perlu dijelaskan bahwa syafa’ahnya Rasul Allah yang diberikan kepada ummatnya besok pada hari Kiamat memang sering disebutkan dalam beberapa kitab hadith13. Syafa’ah yang akan diberikan Rasul Allah di hari Kiamat itulah jenis syafa’ah yang dimaksudkan dalam tiga kitab Mawlid tadi. Kitab Qasidat al-Burdah misalnya menggambarkan jenis syafa’ah dimaksud sebagaimana yang dinyatakan dalam salah satu bait syair dalam kitab itu yang artinya : “Dia (Muhammad) adalah orang yang dicintai dan yang syafa’atnya diharapkan kelak bisa membebaskan (ummatnya) dari kegalauansuasana (dihari Kiamat) yang sangat menakutkan itu (huwa al-habibu al-ladhi turja syafa’atuhu min kulli hawlinmina al-ahwali muqtahimi)”14.
Yang menarik dalam mengamati penolakan tersebut adalah bahwa para penolak telah mengeluarkan tradisi pujian kepada Nabi dari dimensi kesejarahannya. Tanpaknya mereka tidak memperhitungkan bahwa tradisi pujian sudah ada sejak masa hidupnya Rasul Allah. Dengan kata lain bahwa pujian kepada Rasul Allah SAW. (prophetic panagerics) adalah sebuah tradisi yang usianya setua Islam itu sendiri. Tradisi ini diperkenalkan oleh tiga penyair resminya Rasul Allah, yaitu Hassan Ibn Thabit, Abd Allah Ibn Rawahah dan Ka’ab Ibn Malik.
Tradisi pujian kepada Rasul Allah ini bukan hanya disetujui oleh Nabi, tetapi juga didorongnya. Hal ini tampak ketika Nabi memuji Ka’ab Ibn Zuhayr yang menggubah qasidah pujian kepadanya. Nabi setelah mendengarkan pujian yang disampaikan oleh Ka’ab sangat terkesan, sampai sampai beliau melepaskan burdahnya dan dikenakan ketubuh Ka’ab sebagai hadiah sekaligus ungkapan persetujuan. Qasidah pujian yang digarap oleh tiga penyairnya Rasul Allah dan Ka’ab kemudian menjadi acuan bagi para penyair Muslim, ketika berkreasi menciptakan pujian, baik dalam bentuk syi’ir (puisi) maupun nathr (prosa), sebagaimana tanpak dalam tiga kitab pujian yang beredar dikalangan pesantren tersebut. Produktifitas karya pujian mereka kepada Nabi melahirkan sebuah genre (jenis) pujian khas, dengan karakter prosody (ritme) yang spesifik, yang dalam kajian sastra Arab dikenal dengan istilah al-Mada’ih al-Nabawiyah (Prophetic Penegerics)15.
Bentuk pujian yang diungkapkan oleh para penyair dalam genre Mada-ih al-Nabawiyah memang menggunakan bahasa yang penuh dengan ungkapan metaphorik dan simbolik agar kesempurnaan pribadi Nabi bisa terungkapkan dengan jelas. Hal seperti ini tentunya bisa dimaklumi, karena al-Qur’an sendiri ketika menyebut nama Muhammad seringkali diiringi dengan berbagai ungkapan pujian yang elok, agar peran Nabi sebagai manusia pilihan yang harus diteladani bisa tergambarkan16.
Pujian kepada Nabi yang terangkum dalam tiga kitab Mawlid tersebut , walaupun disajikan dalam ungkapan bahasa yang dipenuhi metaphor dan simbol, bukan tipe pujiannya kalangan sufi tertentu, yang seringkali mengangkat derajat kemanusiaannya Muhammad SAW. sampai ketingkat Tuhan (deity). Bahkan Qasidat al-Burdah yang komplek dalam menggunakan ungkapan metaphorik dan simbolik, dibandingkan dengan al-Barjanzi dan al-Diba’i, dan karenanya akan membuka peluang untuk menjadi ekstrim dalam mengungkapkan pujiannya, selalu mawas diri agar tidak terjerumus kedalam pola pujian yang melampaui batas. Al-Busiri, pengarang al-Burdah, mengecam mereka yang memuji Nabi sampai menghilangkan dimensi kemanusiaannya. Menurutnya, pujian ekstrim seperti itu dilarang keras oleh Rasul Allah sendiri, sebagaimana yang dinyatakan dalam sabda beliau bahwa “Janganlah engkau memberikan pujian kepadaku sampai melewati batas, sebagaimana pujian yang diberikan oleh orang Nasrani kepada Isa (la tutruni kama atra al-nashara Isa)”17.
Kritik terhadap Mawlid juga diarahkan pada cara para pembaca kitab Mawlid melagukan syair dan prosa bersanjak dalam tiga kitab tersebut, yang menurut mereka disertai dengan gerakan kepala18. Barangkali yang dimaksud dengan gerakan kepala adalah gerakan untuk berdhikir. Mereka menduga bahwa membaca kitab Mawlid selalu dibarengi dengan kegiatan dhikir. Perlu disebutkan disini, bahwa gerakan kepala baik yang dimaksudkan untuk berdhikir ataupun tidak, tidak ada dalam prosesi bacaan kitab Mawlid. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan kepala bisa saja terjadi sebagai reaksi spontan terhadap bahan bacaan yang memiliki ritme. Walaupun hanya Qasidah al-Burdah yang ditulis dalam bentuk puisi, al_Barzanji dan al-Diba’i juga memiliki ritme bacaan, karena keduanya ditulis dalam bentuk prosa bersanjak (al-nathr al-masu’)19.
Mengkaitkan dhikir dengan pembacaan kitab Mawlid memang bisa saja relefan, karena peringatan Mawlid adakalanya didahului dengan acara dhikiran, sebagaimana yang terjadi dalam tradisi Mawlid di negeri Mesir20. Namun jika pengkaitan antara keduanya dilakukan untuk mengidentifikasikan karakter tradisi Mawlid di Indonesia, maka pengkaitan seperti itu tidak bisa dibenarkan, sekalipun dhikir dengan gerakan kepala adalah model dhikir yang diamalkan oleh warga pesantren yang notabene adalah juga pemilik tradisi membaca kitab Mawlid di Indonesia.
Mereka yang menolak tradisi Mawlid mendasarkan argumennya pada pendapat ulama yang menolak tradisi tersebut. Diantara mereka yang terkenal adalah Ibn al-Hajj, yang dalam kitabnya al-Madkhal sangat mengecam peringatan Mawlid, yang menurut pengamatannya selalu melibatkan aktifitas hiburan. Ibn al-Hajj menilai bahwa dengan memasukkan unsur hiburan kedalam peringatan Mawlid, maka peringatan tersebut telah berubah fungsi dari media untuk mengagungkan Rasul Allah SAW. menjadi media untuk melakukan perbuatan maksiyat21
Perlu diketahui bahwa Ibn al-Hajj, seorang ulama madhhab Maliki, memang terkenal sangat keras menentang kegiatan peringatan dan perayaan keagamaan apapun yang sudah menjadi tradisi pada masa hidupnya. Dia menulis kitab al-Madkhal yang khusus dirancang sebagai acuan bagi pelaksanaan tradisi keagamaan yang “benar”. Dalam kitab tersebut, Ibn al-Hajj mencantumkan sederetan contoh tradisi yang termasuk dalam kategori peringatan yang menurut pendapatnya bertentangan dengan Syari’ah dan yang tidak bertentangan dengannya22.
Ulama lain yang pendapatnya sering dijadikan sandaran oleh kelompok penolak peringatan Mawlid adalah Ibn Taymiyah. Ibn Taymiyah mengecam tradisi perayaan Mawlid, jika perayaan seperti itu dianggap sebagai bagian integral dalam peringatan Mawlid. Kegiatan perayaan seperti itu , menurut Ibn Taymiyah, akan menghilangkan nilai peringatan itu sendiri dan karenanya hanya pantas dilakukan oleh orang orang Zindiq23.
Namun perlu disebutkan bahwa sekalipun Ibn al-Hajj mengecam tradisi Mawlid, peringatan Mawlid yang tidak dibarengi dengan unsur-unsur hiburan (folkloric elements) baginya diperbolehkan. Malahan dia sendiri mengkategorikan peringatan Mawlid yang tidak melibatkan musik, lagu serta pesta sebagai tradisi yang baik. Sikap seperti ini bisa dimengerti, karena Ibn al-Hajj memahami Mawlid sebagai peristiwa yang harus diisi dengan kegiatan reflektif dan bukan dengan kegembiraan24. Sikap Ibn Taymiyah tidak jauh berbeda dengan Ibn al-Hajj, Ibn Taymiyah hanya menyoroti praktek praktek populer yang sudah menyatu dengan peringatan Mawlid. Sedangkan peringatan yang semata mata dilakukan untuk mengungkapkan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. menurutnya bukan kegiatan bermasalah.
Tradisi pembacaan Kitab pujian kepada Rasul Allah biasanya dilandaskan kepada pendapat para fuqaha’ dari madhhab Syafi’i, Ibn Hajar al-Asqalani, misalnya, menyatakan bahwa tradisi seperti itu menyimpan makna kebajikan. Al-Suyuti juga menunjukkan sikap toleran terhadap produk budaya yang dihasilkan oleh tradisi mengagungkan kelahiran Nabi25. Sikap kedua fuqaha tadi juga disepakati oleh fuqaha’ Syafi’i yang lain, diantaranya Ibn Hajar al-Haytami dan Abu Shamah. Bagi kedua fuqaha’ yang namanya disebutkan terakhir tadi, peringatan Mawlid menjadi datu perbuatan (baru) yang paling terpuji (wa min ahsani ma ubtudi’a), jika disertai dengan amal ihsan kemasyarakatan, seperti sadaqah, infaq serta kegiatan lain yang bernilai ibadah26.
Mereka juga menganggap bahwa hadith yang dipergunakan untuk mengesahkan tradisi Mawlid adalah hadith mawdu’. Menurut hadith ini, Nabi Muhammad pernah diriwayatkan bersabda bahwa : “Barang siapa yang mengagungkan hari kelahiranku, maka akan aku beri syafa’at nanti dihari Kiamat”27. Selanjutnya mereka mengatakan bahwa orang orang yang melaksanakan peringatan Mawlid memang biasa menggunakan hadith yang lemah periwayatannya. Karena itu, menurut mereka, orang orang tersebut bukan hanya bertanggungjawab terhadap tersebarnya hadith mawdu’ tentang Mawlid, tetapi juga hadith mawdu’ lain yang melahirkan berbagai tradisi keagamaan di Indonesia yang tidak dibenarkan oleh agama28.
Hadith mawdu’ yang dinukil diatas adalah satu dari beberapa hadith serupa yang dimuat dalam kitab kitab hadith yang dijadikan teks di pondok pesantren, seperti Durrat al-Nasihin, Wasiyat al-Mustafa, Usfuriyah, dan Qurrat al-Uyun29. Kitab kitab teks tadi umumnya tidak mencantumkan klasifikasi hadith serta tidak menguji keabsahan para periwayat yang mentransmisikannya. Bahkan kitab Wasiyat al- Mustafa dapat dikatagorikan kitab yang semata mata menarasikan dialog antara Rasul Allah SAW. dengan Ali Ibn Abi Talib dalam soal moral, ritual maupun keyakinan. Karena itu Wasiyat al-Mustafa lebih tepat disebut sebagai kitab tuntunan praktis yang mengajarkan soal soal sopan santun, ibadah dan aqidah dan bukan sebagai kitab teks hadith30.
Kalangan pesantren yang melaksanakan tradisi peringatan Mawlid biasanya tidak menyandarkan kegiatan peringatan mereka pada hadith mawdu’ diatas. Mereka juga mengakui bahwa hadith itu termasuk salah satu dari beberapa hadith lain yang lemah yang dimuat dalam kitab kitab teks hadith tadi31. Mereka juga mengetahui bahwa memalsukan hadith adalah perbuatan dosa, sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah hadith, yang bukan hanya memiliki kualitas sahih tetapi juga mutawatir32
Kalangan pesantren menganggap bahwa peringatan Mawlid sudah diisyaratkan sendiri oleh Rasul Allah, ketika beliau dalam sebuah hadith diriwayatkan pernah menyuruh sahabatnya berpuasa dihari Senin untuk memperingati hari kelahirannya33. Bahkan Ibn al-Hajj yang enggan menerima peringatan Mawlid juga menggunakan hadith tersebut sebagai dalil untuk mengesahkan peringatan Mawlid34. Perlu disebutkan bahwa hadith dimaksud memiliki tingkat keabsahan yang baik karena diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad Ibn Hanbal35.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka yang menolak peringatan Mawlid menganggap bahwa peringatan tersebut tidak memiliki landasan teks yang kuat. Meraka juga berkeberatan dengan materi bacaan yang termaktub dalam kitab pujian kepada Rasul Allah. Walaupun kalangan pesantren yang mempraktekkan peringatan tersebut tidak bisa mendatangkan dalil dari sumber primair Islam, yaitu -al-Qur’an, mereka memperoleh landasan hukum dari pendapat fuqaha’ madhhab Syafi’i, yang menetapkan tradisi seperti itu sebagai perbuatan yang disayogyakan (bid’ah hasanah) dan dari sebuah hadith yang secara tidak langsung telah mengisyaratkan perlunya peringatan Mawlid.
Perlu disebutkan bahwa perringatan Mawlid yang biasanya dipraktekkan oleh kalangan pesantren semata mata diisi dengan membaca kitab Mawlid dan tidak disertai dengan atraksi hiburan apapun. Adalah atraksi hiburan dalam peringatan Mawlid yang menyebabkan para ulama abad tengah, seperti Ibn al-Hajj dan Ibn Taymiyah, mengganggap peringatan seperti itu sebagai perbuatan yang bermasalah. Demikian pula Muhammad Abduh. seorang ulama modern yang juga menyatakan keberatannya atas peringatan Mawlid, hanya mengkritik kegiatan kegiatan diluar acara inti peringatan, seperti pasar malam, panggung gembira dan lain sebagainya. Abduh menamakan peringatan Mawlid yang diisi dengan atraksi hiburan sejenis itu dengan istilah pasar kefasikan (suq al-fusuq)36.
Acara hiburan yang dapat menghilangkan kekhidmatan peringatan Mawlid bisa dijumpai dalam tradisi Grebeg Mawlid yang merupakan salah satu perayaan terpenting dalam tradisi budaya Islam Jawa. Grebeg Mawlid biasanya melibatkan atraksi hiburan, yang diselenggarakan dalam sebuah pasar malam, seperti gelar wayang kulit, pertandingan olah raga, drama, lotere bahkan judi37.
Atraksi atraksi semacam itulah yang menyebabkan ulama abad tengah enggan untuk menyetujui tradisi peringatan Mawlid. Karena peringatan Mawlid dalam prakteknya seperti itu , menurut mereka, kemudian berubah menjadi sebuah perayaan yang lebih menekankan pada aspek kegembiraan, hingga makna dan hikmah peringatannya hilang. Perlu disampaikan bahwa Grebeg Mawlid dalam prakteknya lebih tepat dikatakan sebuah perayaan. Kalaupun toh Grebeg Mawlid masih bisa dianggap sebagai peringatan, maka sisi peringatannyapun sarat dengan praktek praktek sinkritisme.
Sinkritisme ini tanpak dalam acara mengarak gunungan, yaitu makanan berbentuk gunung yang dihiasi dengan berbagai macam bunga, telur serta buah buahan. Prosesi ini sangat penting, karena mengarak gunungan adalah sebuah ritual pokok dalam Grebeg Mawlid, yang diyakini bisa melimpahkan barakah bagi para pesertanya. Setiap benda yang ditaruh dalam gunungan tadi dianggap menyimpan makna magis. Disamping itu, perayaan Grebeg Mawlid masih harus disempurnakan dengan pagelaran wayang kulit, walaupun puncak prosesinya ditutup dengan pembacaan kitab al-Barzanji, yang dilakukan oleh penghulu Keraton Yogyakarta, sebagai bukti bahwa Grebeg Mawlid adalah tradisi Islam38
Jika menggunakan tolok ukur yang ditentukan oleh Ibn al-Hajj dan Ibn Taymiyah, dua ulama abad tengah yang pendapatnya dipegangi oleh kelompok penolak tradisi Mawlid, maka Grebeg Mawlid masuk kategori peringatan yang bermasalah. Dengan demikian maka sebetulnya yang lebih pantas untuk dikritik bukannya tradisi peringatan Mawlid yang inti acaranya adalah membaca kitab pujian, tetapi Grebeg Mawlid yang berporos pada acara hiburan serta ritual sinkritis.
Dari tema yang disajikan dalam makalah ini dapat dipetik satu kesimpulan bahwa, polemik tentang peringatan Mawlid adalah sarana untuk menguji keabsahan tradisi keagamaan dan bukan sekedar fenomena konflik internal antar kelompok dalam masyarakat Islam. Penolakan terhadap tradisi Mawlid adalah satu sikap yang perlu diambil untuk menghindari munculnya prilaku berlebihan dalam mengaktualisasikan rasa hormat dan kecintaan kepada Nabi. Sikap berlebihan bisa saja terjadi, karena silau dengan berbagai sifat sempurna yang mengitari kepribadian Muhammad. Pandangan pro dan kontra terhadap keberadaan tradisi Mawlid secara substantif tidak bertentangan antara satu dengan yang lain. Dua pandangan yang bentuk lahirnya kontradiktif itu diperlukan untuk menciptakan asas keseimbangan (equilibrium). Seimbang karena menempatkan Nabi sebagai manusia pilihan yang kelahirannya patut diperingati, namun dalam waktu yang sama mengindahkan norma yang telah digariskan oleh Nabi sendiri. Peringatan Mawlid memiliki kedudukan yang istimewa dihati komunitas Muslim Indonesia. Dia adalah satu satunya Peringatan Hari Besar Islam yang diselenggarakan di Istana Negara. Adalah Presiden Pertama Republik ini yang berwasiat kepada siapapun yang menjadi penggantinya agar selalu menyelenggarakan peringatan Hari Lahirnya Nabi Muhammad SAW. di Istana Kepresidenan.
Endnote :
1. Disampaikan dalam acara Dies Natalis IAIN ke 32 oleh DR.Thoha Hamim, Wakil Ketua Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Hasan al Sandubi, Tarikh al-Ihtifal bi al-Mawlid al-Nabawi (Kairo:Mathba’ah al-Istiqamah, 1948), 64-65.
3. Lihat al-Suyuthi, Husn al-Maqsid fi ‘Amal al-Mawlid (Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1985), 45-61.
4. Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger (Chapel Hil Nort Caroline: Press, 19854). 149
5. Lihat Ibn Khallikan, Biographical Dictionary, Vol 2 (ter.) Bn. Mc.Guckin de Slane (Paris: Printed for the Oriental Translation Fund of Great Britain and Ireland.1842-1871). 539.
6. Lihat artikel artikel yang dimuat dalam majalah Suara Muhammadiyah dan Aula. Tim PP Majlis Tarjih “Peringatan Mawlid Nabi” Suara Muhammadiyah (Juli 1993). 21: Zulfahmi. “Mawlud ke1466″ Suara Muhammadiyah (September 1993), 28-29. Sahal Mahfudh. “Nabi Sendiri Sudah Mengisaratkan Perlunya Peringatan Maulid”. Aula (Oktober 1990) 67-68. “Maulud Nabi Alih Semangat Zaman Ini”, Aula (Oktober 1990). Juga lihat NJG Kaptein. Muhammad’s Birthday Festival (Leiden. EJ Brill 1993) 45. footnote no.1.
7. Lihat Muhammad Ibn ‘Umar al-Bantani, Madarij al-Su’ud ila Iktisa al-Burud (Semarang, Matba’at Taha Putra,t.t.).
8. Howard M. Fiderspiel, The Persatuan Islam : Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia (Ithaca, New York: Cornell University Modern Indonesia Project, 1970) 57.
9. Untuk mengetahui pendapat kelompok penolak tentang Mawlid, lihat pendapatnya A. Hasan, tokoh utama Persis Bangil dan Moenawar Chalil, ketua Majlis Utama Persis dan nggota Majlis Tarjih Pusat Muhammadiyah. Fiderspiel, The Persatuan Islam, 57 : Moenawar Chalil “Fatwa Oelama jang Haq tentang Bid’ah Maoeloedan” Pembela Islam no.65.
10. J.W. Fiegenbaum, “The Ta’ziah : A. Popular Expression of Sh’i Thought” (Montreal : MA thesis. Mc.Gill University, 1965) 123.
11. Al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, Vol.2 (Beirut : Dar al-Fikr 1983), 258 : al-Ahadith al-Qudsiyah (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah 1990) 255-272.
12. AJ. Wensinck “Shafa’a” Encyclopedia of Islam Vol.7 (ed) M. Th. Houtsma et. Al. (Leiden : EJ. Brill 1987) 251.
13. Muslim, Shahih Muslim Vol.1 (Beirut : Mu’assasat ‘Izz al-Din 1987) 230-232, 233-235, 237-239: Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Vol.13 (Beirut : Dar al-Ma’rifah 19?) 392-393.
14. Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyat al-Bajuri ‘ala Matn Qasidat al-Burdah (Cairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-’Arabiyah 1947) 22-23.
15. Dari pemberian burdah tersebut, maka qasidah pujian yang digubah oleh Ka’ab dikenal dengan nama Qasidat al-Burdah. Zaki Mubarak. al-Mada’ih al-Nabawiyah (Beirut: Dar al-Jil 1992) 11-12.
16. Al-Qur’an , 33:43, 33:56.
17. Al-Bajuri, Hashiyat al-Bajuri, 26.
18. Chalil, “Fatwa Oelama” 22.
19. Mubarak. al-Mada’ih al-Nabawiyah, 177.
20. Von Grunebaum, Muhammadan’s Festivals, 77.
21. Chalil, “Fatwa Oelama”, 20; Ibn al-Hajj, al-Madkhal Vol.2 (Kairo, al-Matba’ah al-Misriyah bi al-Azhar , 1929) 11-13.
22. Muhammad Umar Memon, Ibn Taymiya’s Struggle againts Popular Religion with an Annotated Translation of His Kitab Iqtida’ al-Sirat al-Mustaqim Mukhalafat Ashab al-Jahim (The Haque: Mouton, 1976) 6.
23. Chalil, “Fatwa Oelama”, 21.
24. Ibn al-Hajj, al-Madkhal vo.2, 15.
25. Al-Suyuti, Husn al-Maqsid fi ‘Amal al-Mawlid, 45-51.
26. Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama (Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 1992) 177-181.
27. Moenawar Chalil, “Hadith-Hadith Mauludan”, Abadi (29 Pebruari 1953).
28. Moenawar Chalil, “Ratjoen Jang Berbahaja Bagi Oemmat Islam”, Pembela Islam no.54, 25.
29. Kitab Palsu Dalam Hadith Kuning”, Aula (Pebruari 1994), 13.
30. Lihat ‘Abd. al-Wahhab al-Sha’rani, al-Minah al-Saniyah ‘ala al-Wasiyah al-Matbuliyah (Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah,t.t).
31. Kitab Palsu dalam Hadith Kuning, 13.
32. Bunyi teks hadith dimaksud adalah ” Barang siapa berdusta kepadaku dengan sengaja, maka dia tentulah akan ditempatkan di Neraka”. Abu Abd Allah Ibn Adi, Al-Kamil fi Du’afa’ al-Rijal (Bagdad: Matba’at Salman al-’Azami,t.t) 18, footnote 4.
33. Muhammad Ibn ‘Alawi al-Maliki, Baqah ‘Atirah min Siyagh al-Mawalid wa al-Mada’ih al- Nabawiyah al-Karimah (t.t.; t.t.: 1983),6.
34. Ibn al-Hajj, al-Madkhal, Vol.2,3.
35. Ibn Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Vol.2 (Beirut : Dar al-Kutub al-’Ilmiyah 1988) 142; Ibn Rajab, Kitab Lata’if al-Ma’arif lima li al-Mawasim al-’Amm min al-Waza’if (Beirut : Dar al-Jil 1975) 93.
36. Muhammad ‘Abduh “al-Ittiba’ wa al-Taqlid” dalam al-Imam, Muhammad Abduh (ed) Adunis dan Khalidah Sa’id (Kairo : Dar al-Ilmi li al-Malayin 1983) 61.
37. Judaningrat, “Sambutan Ketua” Risalah Sekaten I (Nopember, 1954).
38. Soedjono Tirtokoesoemo. The Gerebegs in the Sultanaat Jogjakarta. (ter), FD. Hansen Raae (t.t. : Nadruk Verboden, t.t.), 16
.
Sumber: http://www.sunnah.org/ibadaat/tradisi_mawlid.htm
Selengkapnya...