Rabu, 04 Agustus 2010

“ Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 13 Lempake”

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapanpun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian, karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya. Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Kemudian, pendidikan juga merupakan suatu proses yang mengarah pada pembinaan dan penyempurnaan berbagai potensi yang ada pada diri manusia yang berlangsung secara terus-menerus dan tiada akhir.
Setiap kegiatan atau proses apapun bentuk dan jenisnya, sadar atau tidak sadar, selalu diharapkan kepada tujuan yang ingin dicapai. Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai suatu yang hendak dicapai. Berkaitan dengan tujuan pendidikan, di dalam undang-undang nomor 2 tahun 1989, menyebutkan secara jelas tujuan pendidikan nasional, yaitu
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Secara singkat tujuan pendidikan nasional ialah untuk menciptakan generasi yang memiliki IPTEK dan IMTAQ yang matang. Hal ini dapat terwujud dengan menyelenggarakan pendidikan sebagai salah satu jalan untuk mewujudkan IMTAQ yang matang.
Pada umumnya sekolah memang telah memberikan perhatian terhadap pendidikan agama, sebagaimana terlihat dari adanya kurikulum agama dan berbagai kegiatan keagamaan di sejumlah sekolah dewasa ini. Hanya saja, sebagaimana kritik yang ditujukan kepada sekolah, pendidikan agama yang diselenggarakan di sekolah belum memperoleh hasil yang maksimal.
Pelaksanaan pendidikan agama yang berlangsung di sekolah masih mengalami banyak kelemahan. Menurut Mochtar Buchori Pendidikan agama di sekolah masih gagal. Kegagalan ini disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, dalam kehidupan nilai agama. Dalam praktek pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal inti dari pendidikan agama adalah pendidikan moral. .
Dalam konteks sistem pembelajaran, agaknya titik lemah pembelajaran bidang studi Pendidikan Agama Islam lebih terletak pada komponen metodologinya. Kelemahan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi “makna” dan “ nilai” atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik.
2. Kurang dapat berjalan bersama dan kerjasamanya dengan program-program pendidikan non-agama. Artinya kegiatan Pendidikan Agama Islam yang berlangsung selama ini banyak bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya. Cara kerja semacam ini kurang efektif untuk keperluan penanaman suatu perangkat nilai yang kompleks.
3. Kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dan lepas dari sejarah, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian.
Kelemahan lainya bisa dilihat dari materi pendidikan. Materi pendidikan yang disajikan di sekolah kurang begitu menarik perhatian siswa. Di samping itu, materi Pendidikan Agama Islam dipelajari tersendiri dan lepas kaitannya dengan bidang-bidang studi lainnya, sehingga mata pelajaran agama Islam tidak diterima sebagai suatu yang hidup dan responsif dengan kebutuhan siswa dan tantangan perubahan. Bahkan kehadiran pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dipastikan akan membosankan dan kurang menantang.
Dari segi metodologi pembelajaran agama Islam di sekolah disampaikan sebagian guru secara statis-indoktrinatif-doktriner. Statis adalah daam keadaan diam (tidak bergerak, tidak aktif, tidak berubah keadaannya). Indoktrinasi adalah pemberian ajaran mendalam (tanpa kritik) atau penggemblengan mengenai suatu paham atau doktrin tertentu dengan melihat suatu kebenaran dari arah tertentu saja. Doktrin adalah ajaran (tentang suatu aliran politik, keagamaan). Jadi, penanaman pelajaran agama Islam dilakukan secara tetap, dengan fokus pada pengetahuan murid tentang ajaran, aturan agama, dan tidak melakukan inovasi baru dalam penanaman, pengajaran agama Islam agar dipahami dan dapat direalisasikan, dipraktekkan, dilaksanakan oleh pribadi murid. Penyampaikan pelajaran agama Islam, guru menggunakan metode pembelajaran yang berfungsi hanya menanamkan aspek kognitif, yang sibuk mengajar pengetahuan dan peraturan agama, akan tetapi bagaimana menjadi manusia yang baik, penuh kasih sayang, menghormanti sesama, peduli pada lingkungan, membenci kemunafikan dan kebohongan dan sebagainya justru luput dari perhatian. Seharusnya, dalam setiap lembaga pendidikan negeri menyediakan waktu jam pelajaran tambahan atau ekstrakurikuler untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam, agar dalam proses penanaman nilai-nilai agama Islam ke dalam diri peserta didik dapat lebih efektif dan efisien. Kondisi demikian tampaknya terjadi pada pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 13, yang mana pendidikan agama Islam adalah sebuah mata pelajaran yang mengajarkan ajaran-ajaran Islam, belum berjalan secara efektif dan efesian. Jam pelajaran yang minim sehingga pengetahuan agama hanya sedikit saja di dapat oleh siswa. Kurang minatnya siswa terhadap kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler keagamaan yang diadakan oleh pihak sekolah sehingga pengetahuan agama terutama baca tulis al-Quran kurang dikuasai oleh siswa.
SMP 13 Lempake Samarinda merupakan salah satu lembaga pendidikan formal tingkat pertama yang bertempat di kelurahan Lempake. Sebagai lembaga pendidikan formal negeri, SMP 13 memiliki kewenangan untuk menjalankan UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Secara otomatis pihak lembaga harus menjalankan isi undang-undang tersebut. Dalam hal ini undang-undang tentang pendidikan keagamaan yang mengharuskan SMP Negeri 13 Lempake menyelenggarakan pendidikan agama Islam. Penyelenggaraan yang dimaksud adalah pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama islam. Hal ini agar anak didik setelah menempuh kegiatan belajar mengajar memiliki pengetahuan dan pemahaman serta pengertian yang tentang ajaran agama Islam.
Pembelajaran merupakan suatu proses, yang mana dalam setiap proses tentu akan mengalami berbagai macam kejadian, peristiwa, situasi, kendala-kendala baik itu yang timbul dari guru selaku pendidik, murid sebagai peserta didik, materi pelajaran, dan media yang akan digunakan. Maka, dengan adanya hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah SMP Negeri 13 Lempake dengan judul “ Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 13 Lempake”

oleh dewi Anggraini

0 komentar:

Posting Komentar